BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Masa
remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan
dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori
perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan
perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan
lingkungan. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja,
mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa
kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk
pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka
akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan
individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu
memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
Remaja didefinisikan
sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Batasan remaja dalam hal ini adalah usia 10 tahun s/d 19 tahun menurut klasifikasi World Health Organization (WHO).
sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Batasan remaja dalam hal ini adalah usia 10 tahun s/d 19 tahun menurut klasifikasi World Health Organization (WHO).
Sementara United Nations (UN) atau PBB menyebutnya sebagai
anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan
kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun. Transisi ke masa
dewasa bervariasi dari satu budaya kebudayaan lain, namun secara umum
didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang
tua mereka.
B. TUJUAN
PENULISAN
1.
Mengetahui
hal-hal yang meliputi Aspek perubahan fisik dan psikis pada remaja
2.
Mengetahui
hal-hal yang meliputi Aspek perubahan dan hubungan dengan orang tua.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
Perubahan-perubahan yang terjadi pada anak remaja
meliputi berbagai segi kehidupan , sehingga masa ini juga sering disebut masa
pancaroba , yang paling jelas tentu ada segi jasmaniah , karena segi ini selain
dapat dapat dilihat dapat diukur , dihitung atau ditimbang , tetapi yang turut
berubah adalah juga segi mental dan hubungan sosialnya perubahan-perubahan yang
terakhir ini disebabkan oleh factor-faktor dari dalam tetapi juga dari luar
yaitu karena dunia luar mempunyai pandangan yang lain terhadap orang-orang yang
memang telah berubah yang menunjukkan sifat-sifat lain.
Thornburgh
membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Remaja
awal : antara 11 hingga 13 tahun
b. Remaja
pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
c. Remaja
akhir: antara 17 hingga 19 tahun.
Pada usia tersebut, tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan yang baru dan lebih
masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.
Mencapai
peran sosial maskulin dan feminin
3.
Menerima
keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.
Mencapai kemandirian secara emosional
dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian untuk mandiri secara
ekonomi
6.
Memilih
pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.
Mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.
Mengembangkan
kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai
warga negara
9.
Menginginkan
dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
3
10.
Memperoleh
rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam
Hurlock, 1973).
Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut
dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang
dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
1. Masalah
pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di
rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan
nilai-nilai.
2. Masalah
khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada
remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian
berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih
sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman
(dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu
berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan
sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan
mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk
menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan
somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan
bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang
sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan
remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat
mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan
emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann,
1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan
remaja.
4
Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada
lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh
informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti.
Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload.
Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas
dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Tugas-tugas
perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas
intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka
mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan
perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja
membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
Uraian di atas
memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini.
Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja,
ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali
mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian
diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat
digolongkan dalam delinkuensi.
Perkembangan pada
remaja merupakan proses untuk mencapai kemasakan dalam berbagai aspek sampai
tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang
memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada
remaja.
1.
Perkembangan
fisik remaja
Menurut
Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya
perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan
proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).
Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang
paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada
sisitem reproduksi.
Hormon-hormon
mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus
reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini
disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan
karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup
perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder
mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya,
pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya
rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra
mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh
rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di
kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut Mussen
dkk., (1979) sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti
perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami
pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12
tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia
sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun
(Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan
ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari lingkungan,
iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada masa
pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan
fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Menurut Bourgeois dan
Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks
dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan
untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama
masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang
sifatnya individual.
Di
akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan
sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya
nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia (Myles dkk,
1993). Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah
dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan.
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi
dengan aman secara fisik. Menurut PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi
sehat untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada
bermacam-macam . Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi
organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil
pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini
wanita belum cukup matang dan dewasa. Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan
bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu muda usia biasanya kurang baik karena
rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat
pelayanan kesehatan.
2.
Perkembangan
Psikis Remaja
Ketika
memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang
merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian
anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa,
keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat
tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa
remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan
dapat saling berbenturan nilai.
3.
PERUBAHAN
DAN HUBUNGAN ORANG TUA
Dalam berbagai
penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan
dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko
anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan
berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang
dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Pengaruh
keluarga yang bisa menyebabkan kenakalan remaja adalah :
1. Keluarga yang Broken Home
1. Keluarga yang Broken Home
Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang mengalami
saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa
peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya.
Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya,
remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat
dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan
diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa
aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi
fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan
yang memadai dan pedoman hidupnya.
Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal,
pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi
tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebaginya. masalah keluarga
yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama
dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban dan
diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupannya.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
a. Orang tua yang bercerai
a. Orang tua yang bercerai
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami
istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan
yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan
kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara
suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu
membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali.
Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar
dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi
sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim
lagi.
b. Kebudayaan bisu dalam keluarga
b. Kebudayaan bisu dalam keluarga
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan
dialog antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu
tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh
tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi
diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan
yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan
menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua
tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu
bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja;
anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri.
Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu
mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai
peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya
dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu
menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih
diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya.
Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materi belum mampu
menyentuh kemanusiaan anak.
Dialog tidak dapat
digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti
melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.
c. Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada
kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog
juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak.
Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan
pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan
kehendaknya sendiri.
2. Pendidikan yang salah
a. Sikap memanjakan anak
Keluarga mempunyai peranan di dalam
pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak. Sebab keluarga merupakan
lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk
menerima, merawat dan mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat
pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan
itu diberikan akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah
untuk meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan
mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu menjadi seorang yang
mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan kewajibannya, menghormati sesama
manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya. Sebaliknya pendidikan yang
salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi anak.
Salah satu pendidikan yang salah adalah memanjakan anak. Keadilan orang tua
yang tidak merata terhadap anak dapat berupa perbedaan dalam pemberian
fasilitas terhadap anak maupun perbedaan kasih sayang. Bagi anak yang merasa
diperlakukan tidak adil dapat menyebabkan kekecewaan anak pada orang taunya dan
akan merasa iri hati dengan saudara kandungnya. Dalam hubungan ini biasanya
anak melakukan protes terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam berbagai
bentuk kenakalan. 10
b. Anak tidak diberikan pendidikan
agama
Hal ini dapat terjadi bila orang tua
tidak meberikan pendidikan agama atau mencarikan guru agama di rumah atau orang
tua mau memberikan pendidikan agama dan mencarikan guru agama tetapi anak tidak
mau mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat mengikuti pendidikan agama akan
cenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang yang tidak patuh
pada ajaran agama mudah terjerumus pada perbuatan keji dan mungkar jika ada
faktor yang mempengaruhi seperti perbuatan kenakalan remaja.
4.
Anak yang ditolak
Penolakan
anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang dewasa secara psikis.
Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak laki-laki tetapi memperoleh anak
perempuan. Sering pula disebabkan oleh rasa tidak senang dengan anak pungut
atau anak dari saudara yang menumpang di rumah mereka. Faktor lain karena
anaknya lahir dengan keadaan cacat sehingga dihinggapi rasa malu. Anak-anak
yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga mereka mudah
sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian, dan agresif.
Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
1.
Sikap atau cara yang bersifat preventif
Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan
untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan
pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua
dapat memberikan atau mengadakan tindakan sebagai berikut :
a.
Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b.
Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatan keluarga.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatan keluarga.
Disamping
keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:
1. Pendidikan agama untuk meletakkan
dasar moral yang baik dan berguna.
2. Penyaluran bakat si anak ke arab
pekerjaan yang berguna dan produktif.
3. Rekreasi yang sehat sesuai dengan
kebutuhan jiwa anak.
4. Pengawasan atas lingkungan pergaulan
anak sebaik-baiknya
2
. Sikap atau cara yang bersifat represif
Pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam
kegiatan sosial yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak
seperti menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam
diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak
orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya mengambil
sikap sebagai berikut :
a.
Mengadakan
introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga
menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
b.
Memahami
sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
c.
Meminta
bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi
perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
d.
Membuat
catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang.
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masa remaja diawali
dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi
penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis
(kematangan organ-organ seksual).
Ketika memasuki masa
pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan
pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak
seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa,
keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat
tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut.
Anak/remaja yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni
keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi
berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan
dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
B. SARAN
Para orang tua mungkin heran mengapa anak tak
bercerita tentang masalah yang dihadapinya. Biasanya, anak pada usia remaja
merasa tak nyaman untuk membicarakan masalahnya dengan orang dewasa. Mereka
merasa orang dewasa tak akan mengerti apa yang sedang mereka alami. Remaja juga
takut kena marah, dikritik, atau bahkan dihukum gara-gara masalah yang tengah
dialaminya.
Orang tua harus bias menyesuaikan keadaan anak
nya , orang tua sangat berperan untuk mengurus , mendidik , dan mengajar anak
nya yang sedang dalam masa labil