Latar Belakang
Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering mengakibatkan kehilangan jiwa, kerugian harta, dan benda. Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya.
Karena datangnya relatif cepat, untuk mengurangi kerugian akibat bencana tersebut perlu dipersiapkan penanganan secara cepat, tepat, dan terpadu. Sebagian tugas Dinas dan/atau Badan Hukum yang mengelola Wilayah Sungai adalah melaksanakan pengendalian banjir dan penanggulangan kekeringan. Untuk mendukung pelaksanaan tugas tersebut diperlukan Pedoman Teknis Menejemen Banjir.
Maksud dan Tujuan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan kerja Dinas dan/atau Badan Hukum yang mengelola wilayah sungai dan instansi lain dalam menyelenggarakan kegiatan manajemen banjir agar dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, dan berhasil guna; sesuai dengan pola pengelolaan wilayah sungai. Pedoman ini digunakan bersama pedoman lain yang terkait dengan maksud saling melengkapi.
Tujuan pedoman ini adalah terselenggaranya manajemen banjir yang menyeluruh dan terpadu dalam sistem wilayah sungai, sehingga korban jiwa, kerusakan atau kerugian harta benda dan/atau kerusakan lingkungan sebagai dampak tak terkendalinya daya rusak air dapat dicegah dan dihindari, atau diusahakan menjadi seminimal mungkin.
Ruang Lingkup
Ruang Lingkup pedoman ini mencakup pengendalian banjir dan penanggulangan bencana banjir, terdiri dari pokok bahasan yang menyangkut pengertian, kelembagaan, manajemen, pendanaan, dan koordinasi.
Pengertian
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air termasuk sumber daya alam non hayati yang terkandung di dalamnya, serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
2. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan air permukaan dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai.
3. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke danau atau laut.
4. Palung sungai adalah cekungan yang terbentuk oleh aliran air secara alamiah atau buatan manusia untuk mengalirkan air dan sedimen.
5. Garis sempadan sungai adalah garis maya batas luar pengamanan sungai.
6. Daerah sempadan adalah lahan yang dibatasi oleh garis sempadan dengan kaki tanggul sebelah luar atau antara garis sempadan dan tebing tinggi untuk sungai yang tidak bertanggul.
7. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai, dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam
8. Daerah manfaat sungai adalah mata air, palung sungai, dan daerah sempadan yang tidak dibebaskan.
9. Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran, atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan
10. Daerah retensi adalah lahan yang ditetapkan untuk menampung air banjir untuk sementara waktu.
11. Dataran banjir adalah lahan yang pada waktu-waktu tertentu terlanda atau tergenang air banjir.
12. Banjir adalah suatu keadaan sungai di mana aliran airnya tidak tertampung oleh palung sungai.
13. Pengendalian banjir adalah upaya fisik dan nonfisik untuk pengamanan banjir dengan debit banjir sampai tingkat tertentu yang layak (bukan untuk debit banjir yang terbesar).
14. Penanggulangan banjir adalah segala upaya yang dilakukan agar banjir tidak menimbulkan gangguan dan kerugian bagi masyarakat, atau untuk mengurangi dan menekan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh banjir.
15. Debit banjir rencana adalah debit banjir yang dipakai untuk dasar perencanaan pengendalian banjir dan dinyatakan menurut kala ulang tertentu. Besarnya kala ulang ditentukan dengan mempertimbangkan segi keamanan dengan risiko tertentu serta kelayakannya, baik teknis maupun lingkungan.
16. Bangunan sungai adalah bangunan air yang berada di sungai, danau, dan/atau di daerah manfaat sungai; yang berfungsi untuk konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian sungai.
17. Mitigasi bahaya banjir (flood damage mitigation) adalah upaya menekan besarnya kerugian/bencana akibat banjir.
18. Pengelolaan dataran banjir (flood plain management) adalah pengelolaan dataran banjir sedemikian rupa sehingga meminimal akibat banjir yang mungkin terjadi.
19. Bahan banjiran adalah bahan yang diperlukan untuk penanggulangan darurat kerusakan yang disebabkkan oleh banjir termasuk tanah longsor karena banjir.
20. Daerah tangkapan air (catchment area) adalah daerah resapan air dari suatu daerah aliran sungai.
Manajemen Banjir
Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir dimaksudkan untuk memperkecil dampak negatif dari bencana banjir, antara lain: korban jiwa, kerusakan harta benda, kerusakan lingkungan, dan terganggunya kegiatan sosial ekonomi.
Prinsip Pengendalian Banjir
a. Menahan air sebesar mungkin di hulu dengan membuat waduk dan konservasi tanah dan air.
b. Meresapkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam tanah dengan sumur resapan atau rorak dan menyediakan daerah terbuka hijau.
c. Mengendalikan air di bagian tengah dengan menyimpan sementara di daerah retensi.
d. Mengalirkan air secepatnya ke muara atau ke laut dengan menjaga kapasitas wadah air.
e. Mengamankan penduduk, prasarana vital, dan harta benda.
Strategi Pengendalian Banjir
Dalam melakukan pengendalian banjir, perlu disusun strategi agar dapat dicapai hasil yang diharapkan. Berikut ini strategi pengendalian banjir.
a. Pengendalian tata ruang
Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan ruang sesuai kemampuannya dengan mepertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.
b. Pengaturan debit banjir
Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan
pengaturan bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung sungai,
pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir, dan sistem polder.
c. Pengaturan daerah rawan banjir
• pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).
• penataan daerah lingkungan sungai, seperti: penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, dan penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai.
d. Peningkatan peran masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat diwujudkan dalam:
o pembentukan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat untuk berperan dalam pengendalian banjir.
o bersama dengan Pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyusun dan menyosialisasikan program pengendalian banjir.
o menaati peraturan tentang pelestarian sumber daya air, antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk:
• mengubah aliran sungai;
• mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai;
• membuang benda-benda atau bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran; dan
• pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan/atau bahan lainnya.
e. Pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat
o penyediaan informasi dan pendidikan;
o rehabilitasi, rekonstruksi, dan/atau pembangunan fasilitas umum;
o melakukan penyelamatan, pengungsian, dan tindakan darurat lainnya;
o penyesuaian pajak; dan
o asuransi banjir.
f. Pengelolaan daerah tangkapan air
o pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya, dan kawasan lindung);
o rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak;
o konservasi tanah dan air, baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis;
o perlindungan/konservasi kawasan–kawasan lindung.
g. Penyediaan dana
o pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola sendiri oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir;
o penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang rawan banjir; dan
o penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir
Tahap sebelum terjadi banjir
Kegiatan yang dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi ancaman bahaya banjir, meliputi:
1. penyebarluasan peraturan perundang-undangan atau informasi-informasi, baik dari Pemerintah maupun pemerintah daerah, berkaitan dengan masalah banjir;
2. pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus-menerus;
3. optimasi pengoperasian prasarana dan sarana pengendali banjir;
4. penyebarluasan informasi daerah rawan banjir, ancaman/bahaya, dan tindakan yang harus diambil oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana;
5. peningkatan kesiapsiagaan organisasi dan manajemen pengendalian banjir dengan menyiapkan dukungan sumber daya yang diperlukan dan berorientasi kepada pemotivasian individu dalam masyarakat setempat agar selalu siap sedia mengendalikan ancaman/bahaya;
6. persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman;
7. penyediaan bahan-bahan banjiran untuk keadaan darurat, seperti: karung plastik, bronjong kawat, dan material-material pengisinya (pasir, batu ,dan lain-lain), dan disediakan pada lokasi-lokasi yang diperkirakan rawan/kritis;
8. penyediaan peralatan berat (backhoe, excavator, truk, buldozer, dan lain-lain) dan disiapsiagakan pada lokasi yang strategis, sehingga sewaktu-waktu mudah dimobilisasi;
9. penyiapan peralatan dan kelengkapan evakuasi, seperti: speed boat, perahu, pelampung, dan lain-lain.
Saat terjadi banjir
Kegiatan yang dilakukan dititikberatkan pada:
1. Penyelenggaraan piket banjir di setiap posko.
2. Pengoperasian sistem peringatan banjir (flood warning system)
o Pemantauan tinggi muka air dan debit air pada setiap titik pantau.
o Melaporkan hasil pemantauan pada saat mencapai tingkat siaga kepada dinas/instasi terkait, untuk kemudian diinformasikan kepada masyarakat sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Banjir.
3. Peramalan
Peramalan banjir dapat dilakukan dengan cara:
 analisa hubungan hujan dengan banjir (rainfall – runoff relationship),
 metode perambatan banjir (flood routing),
 metode lainnya.
4. Komunikasi
Sistim komunikasi digunakan untuk kelancaran penyampaian informasi dan pelaporan, dapat menggunakan radio komunikasi, telepon, faximili, dan sarana lainnya.
5. Gawar/Pemberitaan Banjir (Pemberitaan)
Gawar/pemberitaan banjir dilakukan dengan sirine, kentongan, dan/atau sarana sejenis lainnya dari masing-masing pos pengamatan berdasarkan informasi dari posko banjir.
Penanggulangan Bencana Banjir
Mitigasi
Mitigasi ancaman bahaya banjir dilakukan agar keadaan darurat yang ditimbulkan oleh bahaya banjir dapat diringankan atau dijinakan efeknya melalui:
a. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengendalian banjir.
b. Perlindungan sumberdaya air dan lingkungan.
Tanggap Darurat
Tanggap darurat ditujukan untuk meningkatkan kemampuan mengatasi keadaan darurat akibat banjir, dilakukan dengan cara:
a. mengerahkan sumber daya, seperti: personil, bahan banjiran, peralatan, dana dan bantuan darurat;
b. menggerakkan masyarakat dan petugas satuan tugas penanggulangan bencana banjir;
c. mengamankan secara darurat sarana dan prasarana pengendali banjir yang berada dalam kondisi kritis; dan
d. mengevakuasi penduduk dan harta benda.
Pemulihan
Pemulihan dilakukan terhadap sarana dan prasarana sumber daya air serta lingkungan akibat bencana banjir kepada fungsi semula, melalui:
a. inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana sumber daya air, kerusakan lingkungan, korban jiwa, dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan;
b. merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa: rehabilitasi, rekonstruksi atau pembangunan baru sarana dan prasarana sumberdaya air; dan
c. penataan kembali kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena bencana banjir.
Pengawasan
Salah satu tugas dinas dan/atau badan hukum yang mengelola wilayah sungai adalah melaksanakan pengendalian banjir. Agar tugas tersebut dapat terlaksana sebagaimana mestinya, maka diperlukan pengawasan oleh BPBD provinsi (atau Satkorlak) dan BPBD kabupaten/kota (Satlak) yang meliputi:
o pengawasan terhadap dampak dari banjir
o pengawasan terhadap upaya penanggulangannya.
Kelembagaan
Pengaturan
Pengendalian banjir di suatu wilayah sungai diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan hukum sesuai kewenangan masing-masing, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh BNPB, BPBD provinsi (atau Satkorlak), dan BPBD kabupaten/kota (Satlak).
Organisasi
Pengendalian banjir merupakan sebagian tugas yang diemban oleh pengelola sumber daya air wilayah sungai. Untuk melaksanakan tugas tersebut, di dalam struktur organisasi pengelola sumber daya air wilayah sungai terdapat unit yang menangani pengendalian banjir.
Tugas-tugas unit yang menangani pengendalian banjir adalah:
a. melaksanakan pengumpulan data, pembuatan peta banjir, penyusunan rencana teknis pengendalian banjir;
b. melaksanakan analisis hidrologi dan penyebab banjir;
c. melaksanakan penyusunan prioritas penanganan daerah rawan banjir;
d. melaksanakan pengendalian bahaya banjir, meliputi tindakan darurat pengendalian dan penanggulangan banjir;
e. menyusun dan mengoperasikan sistem peramalan dan peringatan dini banjir;
f. melaksanakan persiapan, penyusunan, dan penetapan pengaturan dan petunjuk teknis pengendalian banjir; dan
g. menyiapkan rencana kebutuhan bahan untuk penanggulangan banjir.
Sumber Daya Pendukung
Personil
a. Kelompok tenaga ahli
Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi di bidang sumber daya air, antara lain: bidang hidrologi, klimatologi, hidrolika, sipil, elektro mekanis, hidrogeologi, geologi teknik, dan tenaga ahli lainnya yang berhubungan dengan masalah banjir.
b. Kelompok tenaga lapangan
Dalam pelaksanaan pengendalian banjir, dibutuhkan petugas lapangan dalam jumlah cukup, utamanya untuk kegiatan pemantauan dan tindakan turun tangan.
Sarana dan Prasarana
Peralatan dan bahan dalam rangka pengendalian banjir terdiri dari:
 peralatan hidrologi dan hidrometri (antara lain: peralatan klimatologi, AWLR, ARR, extensometer);
 peralatan komunikasi (antara lain: radio komunikasi, telepon, faksimili);
 alat-alat berat dan transportasi (antara lain: bulldozer, excavator, truk);
 perlengkapan kerja penunjang (antara lain: sekop, gergaji, cangkul, pompa air);
 perlengkapan untuk evakuasi (antara lain: tenda darurat, perahu karet, dapur umum, obat obatan);
 bahan banjiran (a.l. karung plastik, bronjong kawat, bambu, dolken kayu).
Dana
Dalam pengendalian banjir, diperlukan alokasi dana yang diupayakan selalu tersedia. Dana yang diperlukan tersebut harus dialokasikan sebagai dana cadangan yang bersumber dari APBN, APBD, atau sumber dana lainnya. Dana cadangan disediakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Koordinasi
Lembaga Koordinasi
Berkaitan dengan pengendalian banjir, lembaga koordinasi yang ada adalah Tim Penanggulangan Bencana Alam. Pada tingkat nasional adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tingkat provinsi adalah BPBD provinsi (jika belum dibentuk dikoordinir oleh Satkorlak PB), dan pada tingkat kabupaten/kota adalah BPBD kabupaten/kota (jika tidak dibentuk dikoordinir oleh Satlak PB).
Obyek yang dikoordinasikan dalam pengendalian serta penanggulangan banjir dapat dipisahkan menjadi tahapan sebelum banjir, saat banjir, dan sesudah banjir.
Sebelum Banjir
a. Perencanaan rute evakuasi dan tempat penampungan penduduk.
b. Perencanaan program penyelamatan dan pertolongan kepada masyarakat.
c. Perencanaan rute pengiriman material penanggulangan pada tempat-tempat kritis.
d. Perencanaan rute pengiriman logistik kepada masyarakat.
e. Perencanaan jenis dan jumlah bahan serta peralatan banjiran.
f. Penyiapan sarana dan prasarana pendukung serta Sumberdaya Manusia.
Saat Banjir
a. Evakuasian penduduk sesuai dengan prosedur.
b. Memberikan bantuan kepada penduduk.
Sesudah Banjir
a. Pemulihan kembali pemukiman penduduk, prasarana umum, bangunan pengendali banjir, dan lain-lain.
b. Pengembalian penduduk ke tempat semula.
c. Pengamatan, pendataan kerugian dan kerusakan banjir.
Mekanisme Koordinasi
Koordinasi dalam pengendalian banjir dilakukan secara bertahap melalui BPBD kabupaten (Satlak PB), BPBA, dan BNPB. Dalam forum koordinasi tersebut, dilakukan musyawarah untuk memutuskan sesuatu yang sebelumnya mendengarkan pendapat dari anggota yang mewakili instansi terkait.
Sistem Pelaporan
Dinas/Instansi/Badan hukum pengelola wilayah sungai melaporkan hal-hal sebagai berikut:
a. karakteristik banjir (antara lain: hidrologi banjir, peta daerah rawan banjir, banjir bandang);
b. kejadian banjir (antara lain: waktu, lokasi, lama dan luas genangan banjir);
c. kerugian akibat banjir (antara lain: korban jiwa, harta benda, sosial ekonomi);
d. kerusakan (antara lain: sarana dan prasarana, permukiman, pertanian, perikanan, lingkungan);
e. penanggulangan darurat; dan
f. usulan program pemulihan secara menyeluruh.
Laporan tersebut di atas disampaikan kepada Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri sesuai dengan jenis dan tingkatannya.

piba.tdmrc.org
loading...