Judul: Sunset Bersama Rosie
Penulis: Tere-Liye
Penyunting: Andriyati
Penerbit: Mahaka Publishing
Tahun: Cetakan I, November 2011
Hlm: 429
ISBN: 9786029888362
Rated: 3.5/5
Harga: IDR 60000

Sinopsis:
Sunset Bersama Rosie:
Sebenarnya, apakah itu perasaan? Keinginan? Rasa memiliki? Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur, kerinduan, kebencian?
Bukankah dengan berlalunya waktu semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu-begitu saja, tidak istimewa. Malah lucu serta gemas saat dikenang.

Sebenarnya, apakah pengorbanan memiliki harga dan batasan? Atau priceless, tidak terbeli dengan uang, karena hanya kita lakukan untuk sesuatu yang amat spesial di waktu yang juga spesial? Atau boleh jadi gratis, karena kita lakukan saja, dan selalu menyenangkan untuk dilakukan berkali-kali.

Sebenarnya, siapakah yang selalu pantas kita sayangi?
Sebenarnya, apakah itu arti 'kesempatan'? Apakah itu makna 'keputusan'?
Bagaimana mungkin kita terkadang menyesal karena sebuah 'keputusan' atas sepucuk 'kesempatan'?

Sebenarnya, dalam hidup ini, ada banyak sekali pertanyaan tentang perasaan yang tidak pernah terjawab. Sayangnya, novel ini juga tidak bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan itu. Novel ini ditulis untuk menyediakan pengertian yang berbeda, melalui sebuah kisah di pantai yang elok. Semoga setelah membacanya, kita akan memiliki satu ruang kecil yang baru di hati, mari kita sebut dengan kamar 'pemahaman yang baru'.

Review:


Susah bagi saya mereview buku seperti ini. Review saya bisa berakhir terlalu panjang dan membosankan, atau justru jadi bagus sekali (Haha, sorry kepedean).

Kisah dimulai dengan adegan tragis: Bom di Jimbaran yang merenggut banyak korban jiwa, termasuk keluarga kecil Nathan-Rosie. Sahabat keluarga kecil itu, Tegar menyaksikan kejadiannya secara langsung melalu tele-conference di ruang kerjanya di Jakarta. Melihat kejadian Nathan, Rosie dan keempat anak perempuan mereka terhempas ledakan bom membuat Tegar panik dan segera mengambil penerbangan pertama di malam yang sama, segera sampai di Bali dalam waktu tiga jam.

Nathan pergi untuk selamanya, meninggalkan Rosie yang depresi karena kehilangan dan keempat putrinya yang tidak bisa Tegar abaikan begitu saja. Demi Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili yang tidak punya siapapun selain Paman yang paling baik, keren dan super, Tegar membatalkan pertunangannya dengan Sekar untuk mengurus mereka, ia tidak bisa mengabaikan anak-anak itu begitu saja. Dari sana kedekatan Tegar dengan keempat bunga-bunga Rosie terbangun dengan indah. Tapi tentu tidak selamanya indah kalau kenangan akan cintanya kepada Rosie mulai kembali, bukan?

Nggak perlulah ya saya ceritakan jalan ceritanya terlalu panjang, nanti spoiler. Kalau pengen tahu lebih jelas tentang plotnya bisa mampir ke Goodreads. Dari semua hal dalam buku ini saya paling salut dengan karakter tokoh-tokohnya. Setiap karakter kuat sekali tanpa terlalu mendominasi. Dengan sedikit deskripsi dan dialog kita sudah dapat membedakan karakter-karakter utama di dalamnya berikut dengan setiap adegan-adegan menyentuh yang bikin saya mbrebes saat membacanya. 

Dan percaya atau tidak karakter favorit saya adalah Sekar yang mampu mencintai sebesar cinta Rosie kepada Nathan ditambah cinta Tegar kepada Rosie dan keempat anak-anaknya dikalikan cinta anak-anak Rosie kepada Tegar (wew, semoga nggak bingung ya). Walaupun tokoh Tegar ini di deskripsikan dengan sangat kasihan, karakter yang paling banyak menderita justru Sekar. Tapi hampir seluruh karakter disini berhati besar kok, jadi semuanya lovable deh pokoknya.

Saya belum pernah sekalipun membaca karya Tere-Liye terlepas dari nama besarnya dan ribuan pujian atas karyanya. Alasannya sederhana, saya nggak tahan dengan tema yang diusung: persahabatan, keluarga, kehidupan. Membaca sinopsis bukun-bukunya saja saya sudah bisa mengira-ngira kalau ceritanya pasti mengharu-biru dan bakal penuh dengan 'wawasan' dari sudut pandang baru. Walaupun saya tahu tema yang diusung selalu 'luar biasa' dengan penyampaian yang 'mencerahkan' dan secara keseluruhan 'tidak dangkal', nah justru itu saya tetap nggak tahan dengan cerita yang sedih-sedih dan sudah pasti mengiris hati, nggak tega, sesederhana itu.

Katakanlah dangkal karena mencari cerita yang happy ending dan ringan saja, tapi mau bagaimana lagi. Dasarnya saya nggak tegaan dan bakal kepikiran berlarut-larut kalau baca yang sedih. Padahal niat baca saya kan untuk have fun, jadi ya selalu mencari sesuatu yang 'menyenangkan' untuk dibaca. Makanya ketika saya baca sekilas cuplikan novel Tere-Liye yang bertemakan cinta, langsung deh saya beli. Selain karena penasaran dengan tulisan Tere-Liye, yah tentu saja karena temanya saya asumsikan nggak bakalan bikin sedih-sedih amat.

I was wrong. Dari sepuluh halaman pertama saja sudah bikin hati deg-degan, tersedu, dan nangis. Dari ceritanya sih nggak berat, tapi penyampaiannya yang menyentuh itu mau nggak mau bikin pembaca bisa merasakan sendiri betapa sedihnya hal yang dialami oleh Rosie dan para bunganya; Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili. Belum lagi posisi Uncle Tegar yang dipermainkan takdir dan terjebak pada kisah cinta yang seakan tidak pernah berakhir. Setiap halamannya bikin saya sedih. Sedih untuk nasib semua karakter utamanya. 

Sekarang saya tahu apa yang membuat Tere-Liye begitu digemari banyak kalangan. Selain tema yang diusung ringan dan sering kita temui, penuturannya yang sederhana mampu menyampaikan kisah tentang kehilangan, kesempatan, cinta dan bagaimana untuk berdamai dengan segalanya. Ini adalah kisah hidup yang bisa kita petik hikmahnya. Setiap kata-kata, setiap kalimat yang Tere-Liye sampaikan sifatnya universal. Semua manusia akan mengalaminya dalam simpang waktu dalam frame kehidupannya, entah kapan dan bagaimana kejadiannya, that's a life!

Untuk eksekusi ending yang diluar dugaan saya yang tadinya sudah siap-siap dengan lima bintang dan predikat buku favorit jadi kecewa sekali dan langsung menurunkan poinnya. Rasa-rasanya tuh setelah di bawa mengikuti jatuh bangunnya kisah cinta rumit dalam buku ini yang menghanyutkan harus terbawa kecewa dan serasa anti-klimaks. Mungkin karena kecewa Tegar berakhir dengan wanita yang menurut saya bukan untuknya mungkin. Tapi bagi para pecinta happy ending jangan kecewa dulu, buku ini memberikan ending yang nggak sesuai keinginan saya bukan berarti nggak happy ending kan? Semua tergantung pilihan, sayangnya pilihan penulis rupanya tidak sama dengan keinginan saya. Tapi siapalah saya, cuma pembaca. Tentu segala takdir berada di tangan penulis. Haha.
loading...