Setelah dilanda Gempa dahyat 9 Skala Richter, terjadi gucangan pada perekonomian Jepang yang berdampak pada semua bisnis di Jepang.
Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Jepang mulai menaksir kerugian yang mereka alami, setelah gempa dan tsunami dahsyat meluluhlantakkan bagian timur laut negeri itu, Jumat, 11 Maret 2011.
Sebagian besar perusahaan mengevakuasi karyawan dan menutup pabrik. Kerusakan terjadi di mana-mana. Belum diketahui seberapa besar dampaknya terhadap perekonomian.
“Masih membutuhkan waktu yang panjang agar sistem transportasi dan distribusi dapat bekerja normal,” kata Masaaki Kanno, analis JP Morgan yang berkantor di Tokyo, seperti dikutip International Herald Tribune. Menurut dia, gempa Jepang menjadi pukulan berat bagi bisnis di Negeri Sakura, terutama di daerah-daerah yang terpukul paling parah.
Janet Hunter, dosen Perekonomian Jepang di London School of Economics, mengatakan bahwa hampir semua infrastruktur yang berada di jalur tsunami, harus dibangun lagi dari nol; termasuk jembatan, jalan, dan rel kereta api.
Gangguan apapun pada sektor manufaktur Jepang sudah pasti akan berimbas pada perekonomian negara itu yang telah mengalami stagnasi selama dua dekade terakhir ini.
Perusahaan kargo melaporkan bahwa pelabuhan-pelabuhan utama Jepang tutup--meskipun penutupan itu lebih sebagai tindakan pencegahan. Selama ini, pelabuhan-pelabuhan utama itu, yang sebagian besar berada di selatan Tokyo, memainkan peran penting untuk mendorong ekspor Jepang.
Ekspor Jepang--kebanyakan terdiri dari mobil, mesin, dan barang-barang buatan pabrik--meningkat sekitar 25 persen pada 2010. Ini adalah peningkatan pertama selama tiga tahun terakhir.
Carl Weinberg, ekonom kepala High Frequency Economics, perusahaan riset yang berbasis di New York, menyatakan bahwa kerusakan pada negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu akan memiliki konsekuensi lebih besar dari yang dibayangkan. “Guncangan pada perekonomian Jepang akan berdampak pada bisnis apapun, di manapun mereka berada,” kata Weinberg.
Bank sentral Jepang, dalam situsnya mengatakan bahwa mereka akan terus menghitung kemungkinan kerugian yang menghantam berbagai operasi finansial. Mereka menegaskan, siap untuk mengambil tindakan apabila diperlukan.
Gempa dahyat 9 Skala Richter juga merusak pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima Dai-ichi. Pembangkit milik Tokyo Electronic Power Co ini meledak dan menambah krisis listrik di Jepang. Pemerintah langsung mengumumkan akan melakukan pemadaman bergilir di sejumlah wilayah, termasuk di Ibukota, Tokyo.
Pemadaman listrik ini telah mengganggu produksi pabrik-pabrik raksasa di Jepang. Sony Corp., perusahaan peralatan elektronik terbesar di Jepang, mengumumkan enam pabriknya terganggu. Sony pun akhirnya menghentikan sementara produksi mereka.
CNN melaporkan, penghentian pabrik-pabrik di Miyagi dan Fukushima ini dilakukan secara sukarela untuk meringankan krisis listrik. "Penghentian operasi mulai dilakukan pagi ini," kata Atsuo Omagari, juru bicara perusahaan eksportir elektronik terbesar itu di Jepang, Senin, 14 Maret 2011.
Kemudian, Toyota Motor Corp. juga mengumumkan menghentikan seluruh pabriknya di Jepang hari ini. Produsen mobil terbesar di dunia ini, mengelola 12 pabrik di negeri itu.
Honda Motor Co juga mengatakan akan menghentikan produksi pada empat pabriknya. Sementara itu, Nissan Motor Co, produsen mobil terbesar kedua di negeri itu, menghentikan operasi di empat pabrik miliknya.
Kantor berita Jiji Press News melaporkan, Primearth EV Energy Co. Ltd., perusahaan patungan antara Panasonic Corp. dan Toyota yang membuat baterai untuk kendaraan ramah lingkungan, juga menutup pabrik. Tingkat kerusakan tidak jelas, namun seorang juru bicara mengatakan, "Tampaknya tidak besar."
Goldman Sachs Group Inc., seperti dilaporkan Bloomberg, memprediksi Toyota akan kehilangan potensi keuntungan hingga 6 miliar yen atau sekitar Rp640 miliar per hari atas penutupan 12 pabriknya. Sedangkan Honda dan Nissan bakal kehilangan 2 miliar yen atau sekitar Rp213 miliar per hari.
Saham Toyota di bursa Tokyo langsung anjlok. Pada perdagangan Senin, pukul 13.35, saham Toyota diperdagangkan pada 3.310 yen, atau melemah 7,9 persen. Ini penurunan tertinggi sejak Desember 2008. Saham Sony jatuh 8,9 persen menjadi 2.557 yen, yang merupakan penurunan terbesar sejak Januari 2009. Indeks saham acuan Jepang, Nikkei 225, pada jam itu turun 6,2 persen.
"Ini tekanan jual," kata Toshikazu Horiuchi, analis saham di Cosmo Securities Co., di Tokyo. "Tidak ada yang tahu gambaran lengkap seberapa besar kerusakan dari gempa bumi."
Perusahaan afiliasi Toyota, Denso Corp., pun menutup hampir semua pabriknya di Jepang, kata Goro Kanemasu, juru bicara perusahaan. Pembuat bagian kendaraan yang berbasis di Prefektur Aichi ini belum memutuskan operasi ke depan. Saham mereka pun turun 7,2 persen.
Canon Inc., perusahaan pembuat kamera terbesar di dunia, kemarin mengatakan akan menangguhkan operasi di delapan produksi dan fasilitas pembangunan di Jepang utara. Sahamnya pun jatuh 6,1 persen dalam perdagangan Tokyo.
Nikon Corp. menghentikan empat pabrik di Miyagi dan Prefektur Tochigi. "Kami tengah mengevaluasi dampak pada pendapatan," demikian pernyataan perusahaan itu. Saham Nikon pun amblas 9,1 persen.
Toshiba Corp. juga menghentikan lima pabriknya karena listrik di wilayahnya padam. "Satu pabrik di antaranya karena rusak akibat gempa," kata produsen peralatan elektronik yang bermarkas di Tokyo itu. Saham perusahaan ini melesak 16 persen.
Dalam satu pernyataan, Fujitsu Ltd., pembuat semikonduktor dan peralatan komputer, menghentikan 10 pabrik di Jepang bagian utara serta daerah Tokyo.
East Japan Railway Co, operator kereta api dan kereta bawah tanah di wilayah Tokyo dan Jepang utara, juga menyatakan akan mengurangi perjalanan hingga 80 persen, khususnya di Tokyo.
Asahi Breweries Ltd., perusahaan bir terbesar di Jepang, mengurangi produksi di pabrik di Prefektur Kanagawa sebesar 50 persen karena pemadaman listrik. Takayuki Tanaka, juru bicara perusahaan yang berbasis di Tokyo ini mengatakan, telah menghentikan operasi di pabrik-pabrik di Prefektur Fukushima dan Ibaraki.
Dampak dari itu semua, di akhir perdagangan Senin, 14 Maret 2011, di bursa Tokyo indeks Nikkei 225 anjlok 633,94 poin (6,18 persen) menjadi 9.620,49.
Tsunami sungguh menghantam perekonomian Negeri Samurai, dengan amat kerasnya. (kd)