Motivasi Dalam Organisasi Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Adapun kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Terkait dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Gibson berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi kerja sebagai pendorong timbulnya semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang berpengaruh terhadap besar kecilnya prestasi yang diraih. Lebih jauh dijelaskan, bahwa dalam kehidupan sehari-hari seseorang selalu mengadakan berbagai aktivitas. Salah satu aktivitas tersebut diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh orang yang bersangkutan.

Dalam kehidupan, motivasi memiliki peranan yang sangat penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia,supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Tanpa adanya motivasi dalam diri seseorang maka dapat dipastikan bahwa orang itu tidak akan bergerak sedikitpun dari tempatnya berada
Begitupun dalam dunia kerja, motivasi memegang peranan penting dalam usaha pencapaian tujuan suatu organisasi,sehebat apapun recana yang telah dibuat oleh manajemen apabila dalam proses aplikasinya dilakukan oleh orang orang (karyawan) yang kurang atau bahkan tidak memiliki motivasi yang kuat maka akan menyebabkan tidak terealisasinya rencana tersebut.

ARTI PENTING MOTIVASI
Motivasi merupakan factor penting yang mempengaruhi prestasi. Namun, motivasi bukan merupakan satu-satunya factor, factor lain misalnya kemampuan, usaha dan pengalaman. Motivasi berkaitan dengan:
  • Arah perilaku
  • Kekuatan respon
  • Persistensi perilaku
TEORI-TEORI TENTANG MOTIVASI

Teori-teori Tentang Motivasi Kekuatan terbesar sebuah teori terletak pada manfaatnya sebagi sebuah model umum nutuk menghadapi aneka macam persoalan dan problem. Walaupun teori-teori tentang motivasi, tidak dapat memberikan petunjuk bagaimana seorang manajer harus berprilaku dalam situasi tertetu, mereka merupakan petunjuk-petunjuk tentang persoalan-persoalan yang perlu dipertimbangkan dalam hal penganbilan keputusan, dan mereka menunjukan proses mana kiranya paling mungkin menghasilkan hasil-hasil yang diinginkan. Ada beberapa teori tentang Motivasi, yaitu :

TEORI HIERARKI KEBUTUHAN MASLOW
Maslow dalam Robbin bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan berikut:
  1. Psikologis, antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex, dan kebutuhan jasmaniah lainya.
  2. Keamanan, antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional
  3. Sosial, mencakup kasih saying, ras dimiliki, diterima baik, dan persahabatan.
  4. Penghargaan, mencakup rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi ; dan faktor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan dan perhatian
  5. Aktualisasi diri, Dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai potensinya, dan pemenuhan diri.
TEORI ERG ALDERFER

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu:
  • E = Existence (kebutuhan akan eksistensi),
  • R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain)
  • G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting yaitu:

  1. Secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer, karena dapat dikatakan: “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow, “Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow, dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow.
  2. Teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa: (a) makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya, (b) kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan, (c) sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. (d) tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
ORGANIZATIONAL JUSTICE

Karyawan yang bekerja di sebuah organisasi akan berharap bahwa organisasi tersebut akan memperlakukan mereka dengan adil.
Organisasi keadilan berfokus pada tiga bentuk persepsi keadilan, yaitu:
  1. Distributive Justice, mempertimbangkan persepsi dari hasil keadilan
  2. Procedural Justice, menekankan pentingnya keadilan dari prosedur yang digunakan. Apakah prosedur yang digunakan untuk membagikan hasil kerja pada para karyawan cukup adil atau tidak
  3. Interactional Justice, keadilan yang didasarkan pada keadilan yang dirasakan terhadap perlakuan yang diterima.
TEORI EXPECTANCY MODEL

Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik.

Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan. Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas.

Tiga konsep penting dalam teori expentancy, yaitu
  • Harapan (expentancy)
adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian. Seberapa besar kemungkinan jika mereka melakukan perilaku tertentu mereka akan mendapatkan hasil kerja yang diharapkan (yaitu prestasi kerja yang tinggi).
Para karyawan perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
  • Nilai (Valence)
adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu. Seberapa besar hubungan antara prestasi kerja dengan hasil kerja yang lebih tinggi (yaitu penghasilan, baik berupa gaji ataupun hal lain yang diberikan perusahaan seperti asuransi kesehatan, transportasi, dsb).
Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
  • Pertautan (Instrumentality)
adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua. Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua. Seberapa penting karyawan menilai penghasilan yang diberikan perusahaan kepadanya.

Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.

JOB CHARACTERISTIC MODEL

Job Characteristic Model menjelaskan bahwa motivasi yang tinggi dapat diraih melalui karakteristik dari pekerjaan itu sendiri. Karakteristik pekerjaan yang dianggap paling penting untuk memotivasi karyawan adalah task identity (identitas tugas), task significance (signifikansi tugas), skill variety (variasi keahlian), autonomy (otonomi), and feedback (umpan balik). Sebagai contoh untuk karakteristik pekerjaan mereka sebagai pengisi kaleng soda adalah sebagai berikut:
  • Task Identity (Identitas Tugas)
Karena pekerja hanya bertugas mengisi kaleng, mereka tidak dapat melihat keseluruhan proses kerja mulai dari awal (ketika kaleng-kaleng kosong diantarkan ke pabrik) hingga akhir (ketika dusdus berisi soda kaleng diangkat ke truk, siap diantarkan).
  • Task Significance (Signifikansi Tugas)
Para pekerja bisa jadi merasa bahwa pekerjaan mereka tidaklah penting, karena mereka tidak bisa melihat bagaimana pekerjaan mereka pada akhirnya mempengaruhi karyawan lain di perusahaan tersebut atau pembeli soda kaleng.
  • Skill Variety (Variasi Keahlian)
Pekerjaan ini hanya membutuhkan satu jenis keahlian, yaitu mengisi kaleng soda.
  • Autonomy (Otonomi)
Para pekerja tidak memiliki pilihan atau kontrol dalam pekerjaan mereka karena mereka harus terus mengisi kaleng yang datang dari ban berjalan.
  • Feedback (Umpan Balik)
Para pekerja tidak mendapatkan umpan balik sehingga mereka tidak mengetahui apakah mereka telah bekerja dengan baik atau tidak.
Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa antusias, termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan individual tetaplah mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu peduli pada karakteristik dari pekerjaan mereka. Namun penelitian menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap memiliki korelasi dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu menginginkan pertumbuhan diri pribadi

JOB ENRICHMENT

Metode paling popular untuk menerapkan Job Characteristic Model adalah Job Enrichment. Metode ini telah digunakan dengan cukup sukses di banyak perusahaan sejak tahun 70-an seperti AT&T dan Western Union di Amerika Serikat, Norsk Hydro di Norwegia, dan Volvo Corporation di Swedia).

Seperti layaknya solusi-solusi lain di dunia kerja, Job Enrichment tentu saja tidak dapat dianggap obat yang dapat menyembuhkan segala jenis penyakit. Akan tetapi, Job Enrichment justru dapat merugikan para pekerja yang telah terstimulasi secara optimal dalam pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan mengalami overstimulasi jika pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment.
Sejalan dengan lima karakteristik pekerjaan yang dibahas dalam teori Job Characteristic Model, program Job Enrichment yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
  • Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru
  • Meningkatkan keahlian pekerja
  • Tetapkan target
  • Memberikan umpan balik
loading...