Pendahuluan
Tujuan bernegara suatu bangsa adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakatnya. Untuk mencapai kemakmuran itu salah satu cara adalah dengan mewujudkan tingkat produktivitas yang tinggi yang terus meningkat di seluruh bidang ekonomi. Suatu ekonomi yang produktif dapat membayar upah yang tinggi kepada pekerjanya; sebaliknya suatu ekonomi yang tidak produktif hanya dapat memberikan upah yang rendah. Ekonomi yang produktif menghasilkan keuntungan yang tinggi pada modal yang diinvestasikan dalam aktivitas bisnisnya; sebaliknya ekonomi yang tidak produktif hanya memberikan keuntungan yang rendah.
Produktivitas menentukan kemakmuran dan daya saing. Pemikiran bahwa upah yang rendah akan membuat suatu negara lebih kompetitif adalah tidak benar. Upah rendah berarti bahwa suatu perusahaan tidak kompetitif dan tidak dapat mendukung standar hidup yang tinggi. Demikian pula dengan nilai tukar. Negara tidak akan menjadi lebih kompetitif jika mata uang negara turun nilainya. Mata uang negara yang turun nilainya, berarti negara itu tidak kompetitif dan bahwa kualitas barang dan jasanya tidak dapat mendukung nilai mata uangnya. Satu-satunya definisi daya saing, dan satu-satunya cara untuk membangun kemakmuran dalam suatu ekonomi, adalah meningkatkan produktivitas. Dalam ekonomi global yang modern, produktivitas lebih dari fungsi efisiensi dalam memproduksi barang-barang yang sama. Ia juga bertalian dengan nilai produk yang dihasilkan negara. Ketika suatu ekonomi menjadi lebih maju, ia harus menemukan jalan untuk menaikkan nilai produknya, dengan nilai yang bersedia dibayar pembeli. Para pembeli akan membayar lebih hanya jika suatu produk lebih berkualitas, mempunyai ciri yang lebih baik, ditawarkan bersama dengan jasa penunjang yang lebih lengkap, membawa merek yang dikenal handal. Pertumbuhan produktivitas ditentukan oleh fungsi peningkatan nilai dan efisiensi produksi yang terjadi. Itulah yang harus dikejar oleh setiap negara untuk memajukan ekonominya.
Mencapai nilai lebih tinggi tidak mengharuskan suatu negara untuk menghasilkan semikonduktor atau komputer. Suatu negara dapat produktif dan makmur dalam hampir semua bidang. Yang penting adalah bagaimana negara itu bersaing, bukan dalam industri apa ia bersaing. Suatu negara dapat menjadi makmur dalam pariwisata jika negara itu dapat menaikkan rata-rata belanja per wisatawan manca negara dari misalnya $100 sehari menjadi $300 sehari dengan menawarkan hal-hal yang lebih baik: fasilitas penginapan lebih membetahkan, pelayanan transportasi lebih lancar, atraksi lebih menarik, atau keramahan yang lebih mengesankan. Sepatu dan sandal terkesan seperti produk murahan, sama sekali tidak tampak sebagai produk unggulan bagi suatu negara makmur. Tetapi orang Italia menjadi kaya karena membuat sepatu. Mereka membuat sepatu dengan cara yang sangat khusus- dengan bentuk yang bergaya, disain yang indah, merek yang terkenal, dan distribusi yang luas. Maka perusahaan Italia dapat menjual sepatu seharga $150 sepasang dan memberikan upah bagi karyawannya dan laba yang tinggi bagi pemilik modalnya. Sedangkan banyak negara lain, termasuk Indonesia, membuat sepatu dengan meniru dan tanpa banyak kandungan keterampilan dan kecanggihan, sehingga hanya mendapat upah rendah bagi pekerja dan pengusahanya.
Basis Kemakmuran
Untuk membangun suatu ekonomi yang makmur, pemikiran bahwa industri tradisional adalah tertinggal dan bahwa negara harus pindah ke industri hi-tech harus ditanggalkan. Sebaliknya, fokus harus pada basis kemakmuran yang sebenarnya, yang menjadi daya produksi ekonomi. Jika suatu negara dapat mendorong produktivitas melalui peningkatan keterampilan dan teknologi, maka kemakmuran akan meningkat. Pada sisi lain, jika ada halangan dalam meningkatkan produktivitas, maka ekonomi negara itu akan stagnan atau mundur. Pemerintah mempunyai peran penting dalam membangun ekonomi yang produktif. Tetapi swasta mempunyai peran yang fundamental juga. Salah satu hal yang harus terjadi di setiap ekonomi adalah penyeimbangan dan pemikiran kembali tentang peran pemerintah dan swasta. Saat ini masyarakat cenderung dipandu oleh pemerintah. Di masa datang, pemerintah dan swasta harus memimpin secara bersama-sama.
Suatu negara suatu saat dapat tergolong sebagai negara berkembang, yang perlu mencapai kemakmuran yang lebih tinggi untuk mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju dan tidak dikejar oleh negara-negara berkembang lainnya. Negara-negara berkembang akan terus meniru produk yang dihasilkan atau menggunakan upah yang lebih rendah untuk menyaingi produk negara itu. Negara-negara sedang berkembang lain juga dapat terus memperbaiki infrastrukturnya, dan mendidik masyarakatnya agar mempunyai keterampilan yang semakin baik. Negara-negara lebih maju dapat melakukan tidak hanya meniru, tidak hanya memangkas biaya-biaya dan tidak hanya merestrukturisasi perekonomiannya, mereka juga terus mengembangkan kapasitas inovatif secara besar-besaran. Tantangan yang dihadapi negara itu oleh sebab itu sangatlah besar.
Satu-satunya cara untuk menang dalam kompetisi sengit seperti ini adalah dengan menghasilkan produk dan jasa yang negara-negara lain tidak dapat menghasilkannya. Pertumbuhan kemakmuran tergantung pada kapasitas untuk menginovasi, untuk menghasilkan nilai produk yang lebih tinggi dan semakin tinggi, yang negara lain tidak dapat menghasilkan atau akan menghasilkan baru setelah beberapa tahun kemudian. Untuk mendukung struktur upah yang meningkat terus maka negara harus menetapkan target yang bergerak, menerapkan tingkat teknologi untuk mengembangkan proses produksi dan produk uniknya secara lebih baik dan terus lebih baik. Ini adalah fondasi dari ekonomi global modern. Tidak ada kekecualian. Jika suatu negara gagal untuk mengembangkan kapasitas untuk lebih produktif, ia dengan cepat takluk kepada tekanan kekuatan pasar.
Bagaimana cara suatu negara membangun ekonomi yang produktif? Menurut Porter ada dua lingkungan strategi: lingkungan makro dan lingkungan mikro[1]. Strategi yang pertama adalah dengan mewujudkan suatu lingkungan ekonomi makro dan politik stabil, serta hukum yang mantap dan adil. Indonesia masih harus melewati banyak ujian dalam proses ini. Indonesia sedang memantapkan kebijakan ekonomi makronya agar lebih handal, stabil dalam hal inflasi, tingkat bunga, keuangan negara, dsb. Lepas dari krisis ekonomi yang masih melanda, Indonesia pernah menjadi salah satu cerita sukses ekonomi makro dalam dekade 90an. Ini dapat diwujudkan kembali. Namun, mempunyai kebijakan ekonomi makro yang baik saja tidaklah cukup. Kebijakan ekonomi makro tidak menciptakan kekayaan. Ia membuat lebih mudah atau lebih mungkin bagi perusahaan untuk mewujudkan kekayaan, tetapi kemakmuran tidak akan meningkat kecuali jika dasar ekonomi mikronya mantap dan semakin mantap. Strategi utama yang kedua adalah menciptakan fondasi ekonomi mikro.
Pertama-tama dan yang paling penting adalah, suatu ekonomi yang maju berakar dalam kapasitas perusahaan lokalnya. Ekonomi suatu negara tidak dapat menjadi produktif kecuali jika perusahaan besar maupun kecil yang beroperasi di negara itu adalah produktif. Ini berlaku tidak hanya pada perusahaan pengekspor saja tetapi kepada setiap perusahaan. Perusahaan yang tidak efisien akan mengganggu industri lain yang tergantung padanya. Inti dari setiap kemakmuran ekonomi adalah efisiensi dan kecanggihan operasi perusahaan yang ada. Fokus pada perusahaan saja tidaklah cukup, sebab kapasitas mereka untuk bergerak ke strategi yang lebih produktif adalah juga fungsi dari lingkungan bisnis ekonomi mikro di mana mereka bersaing. Lingkungan ekonomi makro seperti tingkat bunga, tingkat inflasi, dll. adalah penting dalam menentukan secara keseluruhan kapasitas bersaing perusahaan. Tetapi apa yang juga penting adalah lingkungan dekat yang mempengaruhi perusahaan bersaing setiap hari: antara lain infrastruktur yang mereka gunakan dan kualitas tenaga kerja yang mereka dapat rekrut. Perusahaan yang memiliki teknik manajerial yang canggih untuk bersaing juga mengalami keterbatasan, kecuali jika mereka mempunyai lingkungan lokal yang kondusif untuk melakukan itu. Maka suatu pertanyaan penting adalah bagaimana meningkatkan lingkungan bisnis ekonomi mikro di setiap daerah.
Setiap negara harus menyelidiki dasar ekonomi mikro dari daya saing perusahaan secara lebih rinci. Ada dua tantangan fundamental di mana perusahaan harus memusatkan perhatian. Pertama, adalah efektivitas operasional. Ada banyak pengetahuan, teknologi dan praktek terbaik yang tersedia tentang bagaimana cara bersaing. Pada dasarnya, urutan pertama bagi perusahaan manapun adalah untuk mencapai efektivitas operasional, untuk mencapai praktek terbaik. Melakukan hal itu memungkinkan suatu perusahaan untuk menjadi pemenang. Strateginya adalah benchmarking. Langkah berikutnya ke arah produktivitas lebih tinggi memerlukan upaya lebih dari sekedar mengasimilasi praktek terbaik dari tempat lain. Perusahaan harus mampu untuk menciptakan praktek terbaik mereka sendiri dan mengembangkan posisi strategisnya yang unik.
Dalam hal lingkungan bisnis ekonomi mikro, ada empat dimensi yang penting. Pertama adalah input yang diperlukan perusahaan, seperti sumber daya manusia, infrastruktur fisik, infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi, modal, informasi komersial, hukum dan peraturan administratif. Ini adalah input yang penting sekali yang setiap perusahaan harus menghadapi setiap hari untuk menciptakan nilai. Agar suatu ekonomi menjadi lebih produktif, maka kualitas, kecanggihan, dan pada akhirnya, spesialisasi dari input ini harus meningkat. Negara harus meningkatkan rata-rata kualitas sumber daya manusianya, kualitas basis ilmiahnya, dan seterusnya.
Aspek lingkungan bisnis ekonomi mikro yang kedua adalah iklim kompetisi yang fair. Suatu ekonomi agar produktif membutuhkan suatu iklim dan insentif yang dapat menstimulasi investasi yang agresif. Pada awalnya investasi itu akan berkaitan dengan "asset keras"; namun untuk mencapai status ekonomi yang lebih maju, harus ada iklim di mana perusahaan akan menanam modal dalam "asset lunak" seperti pelatihan, teknologi R&D, penentuan merek, dan jaringan pemasaran internasional. Berhubungan erat dengan ini, suatu ekonomi produktif adalah di mana ada kompetisi internal. Suatu perusahaan tidak dapat mungkin mampu bersaing di luar negeri kecuali jika ia berhasil untuk bersaing di dalam negeri. Karena kesuksesan tergantung pada inovasi, maka tekanan kompetisi lokal adalah fundamental dalam membuat kemajuan. Dalam mencapai keberhasilan, kompetisi internal adalah yang paling penting, di mana berbagai perusahaan mempunyai keinginan sangat kuat untuk menjadi yang terbaik.
Ketiga, suatu ekonomi yang berkembang memerlukan konsumen yang penuntut. Setiap ekonomi harus menciptakan suatu lingkungan di mana baik konsumen rumah tangga maupun konsumen bisnis mengharapkan yang terbaik dari pembuat produk. Kekritisan konsumen akan memberi pemahaman bagi perusahaan lokal mengenai kebutuhan pasar yang terspesialisasi, yang akan menjadi basis dari keberhasilan di tingkat nasional dan internasional. Untuk menjadi suatu negara maju diperlukan inovasi dalam wujud produk unik, ciri unik, atau jasa unik. Adalah sangat sulit untuk menjadi unik jika melakukan hal itu sangat tergantung pada pemahaman kebutuhan konsumen asing, di mana pesaing asing jauh lebih menguasainya. Inovasi sering bersumber secara langsung dari kondisi-kondisi lokal, di mana perusahaan daerah mempunyai kemampuan unik untuk memahaminya.
Unsur lingkungan bisnis yang terakhir, di mana semua unsur-unsur lain juga harus ada bersama-sama, adalah klaster industri. Klaster membangun suatu kawasan ekonomi inovatif dan produktif. Suatu klaster lebih dari sekedar industri tunggal yang membuat sebuah produk unggulan. Klaster yang sukses melibatkan berbagai industri terkait, pemasok dan institusi yang semua berlokasi di kawasan yang sama. Mengapa klaster penting? Klaster memang kurang penting untuk negara berkembang yang menggunakan upah rendah untuk menjual produk tiruan atau yang merakit komponen-komponen barang yang dibuat di negara lain. Namun jika bercita-cita menjadi negara maju, suatu negara harus dengan unik berinovasi dan produktif. Klaster adalah penting sebab ia merupakan cara yang paling produktif untuk mengorganisir kegiatan ekonomi untuk mencapai sasaran itu. Klaster yang ada di daerah-daerah perlu dikenali. Misalnya jika di suatu daerah ada sekolah kedokteran hewan, ada pabrik pupuk, ada ahli ilmu tanah, ada industri teralis, ada industri pembuatan dokar, ada sarana pelatihan penunggang kuda, dll. maka itu semua merupakan kapasitas untuk membuat aktivitas terspesialisasi berkaitan dengan kuda di daerah itu. Spesialisasi memberi negara kemampuan untuk mengekspor, tidak dengan harga yang lebih murah, tetapi dengan berinovasi.
Apa yang harus kita lakukan?
Pada sisi perusahaan, adalah membuat perusahaan melakukan inovasi secara terus menerus. Belum banyak perusahaan Indonesia yang melaksanakan R&D, dan hanya sedikit yang sudah menghasilkan inovasi. Indonesia perlu membuat transisi dari efektivitas operasional ke arah penentuan posisi yang lebih strategis, yang akan memerlukan kapasitas lebih besar untuk membuat investasi lunak dalam R&D dan pelatihan. Indonesia perlu melepaskan diri dari sindrom negara kecil, yaitu pandangan bahwa perusahaan lokal adalah perusahaan kecil, dan bahwa Indonesia adalah negara berkembang yang berada di urutan terbelakang. Inti ekonomi suatu negara adalah perusahaan-perusahaan yang dimiliki warga negara. Suatu negara bukanlah terlalu kecil, ia hanya perlu membuat transisi ke arah orientasi strategis.
Perusahaan-perusahaan akan bersaing dalam bidang-bidang tertentu. Perusahaan-perusahaan ini tidak mungkin menjadi pemain pasar secara massal. Ada perusahaan yang sudah berhasil sebagai penghasil komoditas tertentu, ini perlu dikembangkan ke depan dan ke belakang. Negara perlu mengembangkan pemahaman ini secara lebih luas di sektor swasta. Indonesia perlu untuk memulai menginvestasi besar-besaran dalam asset yang akan memberi perusahaan Indonesia potensi untuk bergerak ke tingkat yang berikutnya. Prioritas pertama adalah sumber daya manusia. Menciptakan struktur dan sistem yang dapat secara substansial meningkatkan kualitas dan kecanggihan sumber daya manusia adalah agenda penting bangsa Indonesia.
Membangun sistem sumber daya manusia yang unggul memerlukan waktu lama. Sekolah-sekolah harus ditingkatkan sehingga menghasilkan lulusan yang terampil. Pelatihan harus diselaraskan kembali sedemikian sehingga ada lebih banyak insinyur dan lebih sedikit pengacara atau sarjana sosial. Indonesia perlu berfokus pada membuat investasi dalam kapasitas, asset, dan institusi yang akan diperlukan untuk mengupgrade ekonominya. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah juga suatu prioritas fundamental, mengingat pentingnya inovasi. Kemajuan besar harus dibuat dalam merestrukturisasi institusi pendidikan untuk membuatnya lebih efisien, lebih dibutuhkan, dan lebih produktif. R&D yang dilakukan lembaga pendidikam dan penelitian pemerintah harus terjalin baik dengan sektor swasta. Indonesia perlu melakukan investasi yang lebih besar dalam riset universitas. Pendidikan tinggi adalah suatu mekanisme yang kuat untuk menyebarluaskan teknologi. Ia adalah institusi yang terbuka, mahasiswa berpotensi menuangkan gagasan ke dalam ekonomi riel, dan mereka mempercepat pembentukan perusahaan baru. Universitas tidak saja menjadi pencetak ilmu teknologi, tetapi juga pencetak perusahaan baru. Ini terjadi di negara-negara di seluruh dunia. Indonesia mempunyai kapasitas, tetapi perlu menciptakan struktur kelembagaan dan menginvestasikan sumber daya di belakang kekuatan utamanya, bidang di mana manusia-manusia Indonesia mempunyai pengetahuan yang unik.
Modal saham adalah suatu masalah utama. Indonesia telah berupaya membuat sistem perbankannya efisien dan diatur dengan lebih baik. Namun masih ada ruang bagi perbankan untuk mengkhususkan dan mengembangkan keahlian di sektor tertentu yang mempunyai kekuatan lokal. Ketiadaan saham swasta dan modal ventura, biaya yang mahal untuk perijinan akan membuat pertumbuhan perusahaan baru cukup sulit. Ini harus diatasi.
Negara perlu memikirkan kembali keseluruhan isu investasi. Konsep “netralitas" harus dicermati. Setiap negara harus memberi pertimbangan yang serius untuk mengatasi masalah kesulitan investasi perusahaan yang mempunyai manfaat sosial. Dua hal yang penting adalah R&D dan pelatihan. Suatu pemerintah tidak harus memberi hibah atau membiayai proyek riset perusahaan. Ini adalah jalan yang salah untuk melakukan itu, yang harus berfokus pada menyediakan insentif untuk semua perusahaan tanpa pilih kasih. Namun jika suatu perusahaan ingin menggandakan anggaran R&Dnya, maka kredit pajak untuk bagian dari peningkatan biaya itu adalah suatu insentif yang menarik. Jika suatu perusahaan ingin melakukan pelatihan, maka pemerintah (juga pemerintah daerah) perlu membantunya sebab ia membangun asset negara yang akan memungkinkannya untuk bergerak ke tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Karena eksternalitas, perusahaan swasta tidak akan membuat pilihan yang secara sosial diperlukan dalam asset sosial ini. Kita perlu menentukan kebutuhan basis asset yang diperlukan masyarakat, dan menjamin bahwa peraturan dan insentif ditetapkan untuk itu.
Indonesia juga memerlukan adanya kompetisi dan persaingan internal. Kompetisi harus diperkenalkan ke dalam semua bidang. Indonesia harus memberikan insentif dan tekanan lebih bagi perusahaan-perusahaan untuk menginovasi, untuk membangun merek, untuk mencoba berbagai hal baru, serta untuk menciptakan banyak pilihan untuk masyarakat. Negara perlu memberi perhatian pada kondisi-kondisi permintaan. Konsumen Indonesia masih bukan konsumen yang penuntut. Ada berbagai alasan untuk ini, tetapi suatu rencana diperlukan untuk meningkatkan kualitas permintaan. Konsumen Indonesia perlu informasi tentang barang dan jasa yang dibelinya dengan lebih lengkap lagi dan hak-hak konsumen yang lebih besar harus diperoleh. Misalnya, konsumen harus boleh mengembalikan produk yang buruk kualitasya dan memperoleh kembali uang mereka.
Indonesia membutuhkan standar tinggi untuk kualitas, efisiensi energi, dan dampak lingkungan. Jika Indonesia dapat membuat sendiri konsumen yang diperlukan satu sama lain, maka menjual kepada dunia akan menjadi lebih gampang. Tetapi jika masyarakat konsumen menerima yang tidak terbaik, bagaimana masyarakat mengharapkan konsumen asing untuk menyukai barang-barang buatan lokal? Pengadaan barang oleh pemerintah harus menstimulasi inovasi. Pemerintah harus menjadi pembeli yang penuntut dan menetapkan standar tinggi. Pemerintah perlu lebih memperhatikan kualitas, bukan hanya harga. Akhirnya, pemerintah perlu menyiapkan agenda memajukan klaster. Ada kecenderungan untuk menyamakan klaster dengan jaringan dan ada upaya-upaya untuk membangun jaringan di antara perusahaan. Tetapi klaster jauh lebih penting daripada jaringan. Klaster adalah asset basis terspesialisasi yang dibangun secara bertahun-tahun, sedangkan jaringan lebih cepat dibuat namun juga tidak cukup.
Klaster mencakup institusi dan kemampuan yang memerlukan investasi untuk membangunnya. Beberapa klaster memerlukan investasi negara: Universitas California di Davis tidak menjadi pusat riset anggur terkemuka secara kebetulan; Pemerintah menanam modal dalam membangun kapasitas teknologi, dan industri juga mendukung itu. Asset kompetitif perlu untuk dibangun oleh sektor swasta melalui asosiasi industri dan bentuk lain dari investasi kolektif. Pemerintah perlu secara penuh memanfaatkan pendekatan klaster untuk mendorong industri ke tingkat yang berikutnya. Di banyak industri ada banyak asosiasi industri kecil yang sedang mencari perannya dalam industri. Mereka perlu bertemu satu sama lain, perlu bekerja sama, perlu berada di bawah organisasi yang solid untuk memikirkan strategi bersama untuk membangun asset, kemampuan dan keterampilan. Universitas, akademi, politeknik, lembaga-lembaga diklat, dll. perlu memahami kekuatan yang ada, membantu mengidentifikasi jenis pendidikan seperti apa yang diperlukan, kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi apa yang dirumuskan, dll.
Kesimpulan
Pada beberapa tahun yang akan datang pemerintah daerah, didukung oleh pemerintah pusat, dituntut untuk berupaya mengembangkan klaster secara lebih agresif di daerahnya. Melakukan hal itu tidak akan memerlukan sangat banyak investasi publik, tetapi ia memerlukan keseriusan pemerintah daerah untuk memainkan peran penggabung, peran partisipasi, dan peran mendengarkan. Agar industri-industri yang ada dapat semakin produktif, maka pemerintah daerah harus memungkinkan proses-proses untuk belajar bagi pengusaha di daerahnya berlangsung dengan lancar¡
Dr. Ir. Herry Darwanto, M.Sc adalah Direktur Pengembangan Kawasan Khusus dan Kawasan Tertinggal,
Doc Versi
Doc Versi