Judul: Clara's Medal
Penulis: Feby Indirani
Penerbit: Qanita
Tahun: 2011
Hlm: 484
ISBN: 9786029225044


Review:

Clara Wibisono satu-satunya peserta cewek dalam pelatihan anggota tim FUSI (Fisika untuk Siswa Indonesia) yang secara intensif menggembleng siswa-siswi terbaik untuk berkompetisi dalam Olimpiade Internasional Fisika. Untuk meraih mimpinya, menyabet Medali Emas Olimpiade Internasional Fisika, mau tidak mau ia harus tinggal serumah bersama 15 anak lelaki lainnya. Bersama teman-temannya, Clara kemudian harus mati-matian belajar materi yang biasanya harus dipelajari paling tidak selama dua semester di perkuliahan tapi di FUSI hanya dimampatkan dalam 5 bulan.

Namun perjalanan peserta FUSI tahun ini tidak mudah. Selain akibat perbuatan Bagas, salah satu peserta FUSI yang meng-hack berbagai situs resmi pemerintah, mereka terancam tidak diberangkatkan akibat para sponsor mulai menarik dana mereka dari FUSI. Disamping itu, jiwa kompetitif yang besar membuat peserta FUSI menjadi korban kejahilan salah satu peserta yang ingin menang. Lalu bagaimana kira-kira nasib mereka ya?

Dalam Clara's Medal tak melulu soal fisika yang menjadi topik utama, tapi juga perjalanan para peserta disini diceritakan dengan apik, bahkan ada satu bab tersendiri tentang masing-masing kisah-kisah latar belakang dengan pola flashback dan narasi para peserta yang menonjol seperti Arief tentang keluarganya, George dengan kasus bullying-nya, Meddy dengan pengorbanan orang tercinta. Generasi muda penerus bangsa ini tetap termotivasi menjadi pemenang justru karena latar belakang pahit yang menyertainya.

Selain itu, karena buku ini masuk dalam golongan cerita remaja, tentunya tidak lepas dari kisah cinta dong ya. Sebagai satu-satunya peserta perempuan, Clara yang digambarkan cantik macam model ini banyak yang naksir pastinya. Menjadi Primadona di asrama FUSI teman-teman Clara jadi rajin menggoda Clara dengan komentar penuh dengan komedi khas remaja gombal *iya cowok-cowok nerdy juga bisa gombalin cewek cakep kok*. Menurut saya, interaksi sederhana inilah yang membuat Clara's Medal ringan dan tetap menyenangkan untuk dibaca karena Fisika jadi nggak terasa berat yang ada malah lontaran teka-teki konyol dalam rangka ice breaking di kala stres menyapa.

Membaca novel ini sungguh menginspirasi. Banyak pengetahuan-pengetahuan kecil yang tak pernah saya ketahui sebelumnya dikisahkan dalam buku ini. Sebagai contohnya adalah ilmuan Rumphius yang merumuskan sistem penamaan binomial jauh sebelum Linnaeus. Yang penasaran bisa baca cuplikannya lebih lanjut di review mba Althesia. Kalau saya lebih takjub pada informasi tentang pemain sepak bola profesional yang rata-rata menendang bola dengan kecepatan 30 meter per detik (108 km/jam) dan sulit bagi penjaga gawang untuk menangkapnya. 

Sam Williamson, fisikawan di Center for Neural Science New York, menghitung 0,38 detik tidak cukup untuk menangkap bola. Ketika bola ditendang, penjaga gawang akan bereaksi rata-rata setelah 0,3 detik. Begitu bereaksi, otak akan memberi perintah pada otot untuk bergerak, ini butuh waktu tambahan lebih dari 0,1 detik. Itu sebabnya, sulit menangkap bola yang bergerak cepat, dan pasti membutuhkan jam terbang pengalaman yang cukup tinggi.

David Beckham juga terkenal melalui tendangan bebasnya, yang dilakukan sekitar 30 meter di depan gawang. Beckham menendang bola dengan kecepatan sekitar 120 km/jam, bola melambung sekitar 1 meter melewati kepala para pagar betis, dan secara tiba-tiba bola membelok dan masuk ke gawang lawan. Peneliti dari Universitas Sheffield, Inggris, berani bilang bahwa Beckham menerapkan prinsip-prinsip fisika yang sangat canggih. 

~p. 230 from "Clara's Medal"

Keren kan? Siapa bilang Fisika itu tidak menyenangkan? Saya sendiri menyukai Fisika lebih dari Matematika. Selain karena mudah dicerna Fisika itu banyak variasinya nggak seperti Matematika. Dengan membaca Clara's Medal saya melihat sisi lain dari Fisika, disini Fisika itu layaknya sebuah permainan yang seru dan menyenangkan. Andai saja sistem pengajaran fisika kita juga seperti program Fisika Asyik-nya Pak Bram pasti belajar fisika seasyik melakukan eksperimen ya.. Memang menjadi ilmuwan di Indonesia itu harus siap menderita, tapi membaca buku ini membuat saya yakin kelak ilmuwan Indonesia akan semakin kencang gaungnya.
 
Banyak sekali insan-insan cemerlang di Indonesia tapi nggak pernah saya sangka bahkan mereka yang jenius fisika pun masih harus belajar mati-matian dan terus berusaha keras untuk menjadi peserta pilihan dalam Olimpiade Internasional Fisika. Memang hidup ini butuh kerja keras. Tapi melihat semangat para peserta rasanya berjuang keras itu menyenangkan sekali, apalagi kalau banyak temannya~ di FUSI mereka berjuang bersama, seperti fenomena kritis dalam fisika, dimana di FUSI peserta dikondisikan untuk bergerak bersama-sama pada situasi kritis untuk mengubahnya menjadi sesuatu yang berbeda. Itu saya kutip dari Om Tyo, yang jelas konsepnya Mestakung (Semesta Mendukung) ini di analogikan layaknya teori Fisika.

Nah, terlepas dari menariknya kisah dalam Clara's Medal, perlu nih saya komentarin beberapa aspek keseluruhan buku. Untuk karakternya setiap ada karakter yang buka mulut saya masih agak rancu karena kemiripan gaya bahasa yang digunakan, kecuali untuk beberapa karakter dominan seperti Khrisna yang suka ngegombal dan Clara tokoh utama kita. Bahkan disini karakter anak-anak SMA pun melalui setiap ucapannya sudah sangat dewasa melebihi karakter Pak Bram dan Pak Tyo. Dan hampir tidak ada karakter kuat disini, seandainya Bagas tidak Out of Character seperti yang kita temui pada pertengahan cerita dimana ia akhirnya bersikap ramah pada Clara, maka Bagas bisa masuk nominasi. Jadi untuk sementara ini Khrisna masih jadi yang paling kuat meskipun kadang sedikit twisted saat Khrisna mulai bersikap bijaksana, karakternya kembali jadi blur menyatu dengan hampir seluruh karakter yang ada dalam buku ini--sama persis. 

Covernya juga saya rasa belum mencerminkan semangat kompetisi maupun mestakung yang diusung dalam buku ini. Sayangnya meski secara umum sudah rapi masih saya temui beberapa typo dalam buku ini. Plotnya kurang fast-paced, alurnya cenderung flashback tapi nggak membosankan juga nggak bikin bingung kok, karena pergantiannya cukup halus. Cara Feby Indirani merangkum kisah ini mengalir renyah, gurih dan meski tidak pedas tapi percikannya terasa disetiap kalimat. Dengan topik motivasi akademik inspiratif yang jarang diangkat, tentang kompetisi akan kompetensi anak bangsa yang dibungkus dalam balutan kisah remaja. Paragrafnya memotivasi tanpa menggurui. Membaca buku ini menyenangkan dan sama sekali tidak berat, jangan parno duluan karena buku ini bukan buku rumus, santai aja kawan. Clara's Medal cocok dibaca siapa saja yang menginginkan sedikit fiksi berbalut kompetisi. Layak dapat empat bintang dari saya!


PS: Thanks to Feby Indirani and Qanita for giving me a chance to read it. I should have asked your authograph XD

loading...