Makalah Pembangunan Berkelanjutan
AGENDA BANGSA
Oleh:
Prof. DR. EMIL SALIM
Makalah Pembangunan Berkelanjutan - “Semangat zaman” mempengaruhi pola pembangunan. Setiap generasi, yang berubah setiap 20 tahun, membangun bangsa menurut ciri khas semangat zaman.
Tahap 1945-1965 Indonesia menempuh pembangunan ekonomi nasional di atas puing keruntuhan ekonomi kolonial. Dunia dipengaruhi masa itu oleh kebangkitan ekonomi nasional negara-negara Eropa yang babak-belur akibat Perang Dunia kedua. Sehingga di atas puing keruntuhan ekonomi masing-masing negara ini tumbuh kebutuhan membangun ekonomi nasional. Proses kebangkitan ini ditopang oleh bantuan Amerika Serikat dalam wujud “Rencana Marshall” melalui kebijakan ekonomi-makro mahzab Keynes.
Tahap 1965-1981 ditandai oleh pembangunan pertanian-pangan yang ditandai oleh “revolusi hijau” yang melandai dunia. Dengan program bimbingan massal (BIMAS) dan intensifikasi massal (INMAS), Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan pada pertengahan delapan puluhan.
Tahap 1985-2005 Indonesia mulai memasuki pembangunan industrialisasi yang ditopang oleh kemajuan “revolusi teknologi” di bidang-bidang transportasi, komunikasi, informasi, dan biologi.
Tiga tahapan pembangunan ini memberi kemajuan penting pada perkembangan ekonomi, namun menderita ketertinggalan pada perkembangan kehidupan sosial dan lingkungan.
Pembangunan yang berkembang mengandalkan bekerjanya mekanisme pasar. Tetapi “pasar” hanya bisa menangkap isyarat ekonomi dan tidak isyarat sosial dan Iingkungan. Dengan akibat bahwa pembangunan ekonomi abad ke 20 berhasil menaikkan pendapatan ekonomi kepada 20% penduduk dunia yang mampu mengkonsumsi 90% hasil produk dunia. Sedangkan 2 milyar dari hampir 7 milyar manusia hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari 2 dolar sehari, tanpa aksesibilitas air bersih, fasilitasi sanitasi, sarana pemukiman, energi listrik, kesehatan, pendidikan dan fasilitas kehidupan manusiawi layak lainnya. Di samping ini, 70% permulaan bumi telah dirubah menjadi bangunan buatan manusia, bagian besar lautan dikuras habis hasil ikannya, udara dicemari dengan dampak pada perubahan iklim dengan kenaikan suhu
bumi yang mengancam keberlanjutan kehidupan makhluk alam.
Jumlah penduduk diperkirakan masih bertambah, baik nasional maupun global, 2005-2025. Sehingga tampillah keharusan merubah pembangunan konvensional ke pola pembangunan berkelanjutan (sustainable) yang beralih:
• dari pola pembangunan material ke pola immaterial jasa (services);
• dari penggunaan energi karbon-intensif ke energi rendah-karbon;
• dari pembangunan berpolusi ke pembangunan tanpa-polusi;
• dari nilai kehidupan berkuantitas ke nilai kualitas kehidupan;
• dari pola pembangunan linear tidak berlingkar-menjadi pola bundar melingkar.
Pola pembangunan berkelanjutan ini berbeda dengan pola pembangunan konvensional dalam lima hal pokok:
Pertama, dimensi waktu dengan jangkauan perhitungan dan wawasan penglihatan pembangunan yang bersifat jangka panjang. Masalah jangka pendek, seperti “Exit strategy dari lMF” memang penting. Namun pemecahannya perlu ditempatkan dalam kerangka luas jangka panjang untuk memberdayakan aparat dan institusi pembangunan
bangsa kita mampu mengangkat Indonesia dari posisi “negara terbelakang berpendapatan dengan indeks pembangunan manusia rendah” mencapai posisi “negara berpendapatan menengah dengan indeks pembangunan manusia yang sedang” pada tahun 2025 nanti.
Kedua, dimensi antar generasi yang menyadari bahwa pembangunan yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan generasi masa kini tidak mengakibatkan mengurangi kesempatan kuantitas serta kualitas sumber daya alam mengembangkan kesejahteraan generasi masa depan.
Ketiga, dimensi holistik dengan penglihatan pembangunan interdependen antara pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan. Ketiga-tiga dimensi ini tidak terpisah (seperated) tetapi bisa terbedakan (differentioneted). Dampak pembangunan satu perlu diperhitungkan satu terhadap lainnya. Pembangunan memenuhi sekaligus ketiga-tiga kebutuban ekonomi sosial, budaya, politik dan lingkungan.
Keempat, pembangunan bertumpu pada prinsip efesiensi-total mencakup efisiensi ekonomi, sosial dan lingkungan yang diramu menyatu menghasilkan barang, dan jasa dengan sumber daya alam, energi, limbah, ruang/space dan waktu yang serendah mungkin.
Kelima, pembangunan diarahkan pada pemberantasan kemiskinan (sasaran ekonomi), perimbangan: ekuitisosial yang adil (sasaran sosial) dan kualitas tinggi kehidupan lingkungan hidup (sasaran lingkungan). Untuk ini secara sadar diusahakan investasi dalam modal: ekonomi (finansial, modal-mesin, dll), modal sosial (investasi pendidikan, kesehatan dan keakraban sosial) dan modal lingkungan (investasi-sumber daya alam diperbaharui dan daur-ulang serta substitusi sumber daya alam yang tak terbaharui).
Karena dalam Pembangunan Berkelanjutan mekanisme-pasar tidak menangkap isyarat sosial dan lingkungan maka perlu secara sadar intervansi dalam pasar mengoreksi kekurangan ini untuk mengimbangi pembangunan sosial dan lingkungan dengan Pembangunan Ekonomi.
Intervensi ini dilakukan oleh kelembagaan segitiga yang sebangun; Pemerintah, Pengusaha dan Masyarakat Madani. Antara ketiga-tiga kekuatan terdapat hubungan “check and balances” pada tingkat yang sama sehingga kepentingan ketiga-tiga kekuatan ini bisa dipelihara keseimbangannya.
Untuk memungkinkan ketiga-tiga kekuatan ini berfungsi seimbang, diperlukan norma, kelakuan dan pengaturannya yang memuat beberapa prinsip pokok:
1. Aturan hukum yang memungkinkan keterlibatan dan ketermasukan seluas mungkjn anggota masyarakat berperan serta dalam pembangunan dengan (1) membuka keterjangkauan seluas mungkin masyarakat memanfaatkan sumber daya alam secara terbuka bagi pemenuhan kebutuhan pokoknya; (2) kebebasan mengutarakan pendapat dalam tulisan dan lisan; (3) kebebasan memilih dan dipilih menjadi pemimpin/wakil rakyat. Semangat inilah tersimpul dalam usul Bung Karno membangun negara gotong royong dan konsep Bung Hatta membangun negara pengurus sebagai pengganti negara penguasa.
2. Aturan hukum yang memungkinkan pasar berfungsi sebaiknya membimbing masyarakat ke tingkat efisiensi tinggi;
3. Aturan hukum mengembangkan good governance (pemerintahan, bisnis dan lembaga kemasyarakatan) untuk mengoreksi kelemahan pasar;
4. Aturan hukum untuk mengelola dan mediasi, konflik;
5. Aturan hukum mengembangkan transparansi sebagai perangkat ampuh mendorong keterbukaan untuk mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dengan tumbuh berkembangnya keserasian kekuatan antara ketiga-tiga pelaku utama pembangunan bisa diharapkan tumbuh berkembangnya pola pembangunan berkelanjutan yang mencakup dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan kehidupan bangsa.
(Makalah untuk Pertemuan Hukum oleh BPHN, 15 Juli 2003 di Bali).
Jakarta, 14 Juli 2003
Emil Salim
Jakarta, 14 Juli 2003
Emil Salim