Judul: All Those Things We Never Said
Penulis: Marc Levy
Penerbit: Bentang
Tahun: 2009
Hal: 360
ISBN: 978-979-1227-73-5





Review:


Hubungan Julia dengan ayahnya sangat buruk.  Mereka nyaris tidak bertemu apalagi berbicara selama 6 bulan lamanya.  Dan yang lebih buruk lagi adalah pemakaman ayahnya dilangsungkan di hari yang sama dengan hari pernikahannya. Bahkan ayahnya masih terus merusak rencananya setelah meninggal. Menurut Julia, itu hanya satu dari seribu cara ayahnya untuk menggagalkan hari pernikahannya. Jadi, ia kaget sekali mendapati manusia android yang sama persis seperti ayahnya dikirimkan ke apartemennya tepat sehari setelah pemakaman ayahnya.

Kemunculan mesin android itu mengubah kehidupan Julia selama seminggu ke depan karena andorid ayahnya mengajaknya berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya— memperbaiki waktu mereka yang hilang, hubungan mereka yang rusak —meminta Julia memberi kesempatan kedua. Seperti sudah di rencanakan dengan rapi, Julia terseret skenario— entah apa —yang telah disusun oleh android ayahnya. Apapun skenario yang telah direncanakan takdir, Julia harus mencari pria yang menjadi cinta sejatinya, membawanya kembali ke reruntuhan tembok berlin, dan menghadapi konsekuensi dari kesalahan masa lalu.

Saya selalu menyukai kisah bertema sci-fi, jadi begitu saya menemukan kata keramat  "manusia android yang sama persis seperti ayahnya." pada sinopsis di sampul belakang novel ini tanpa pikir panjang langsung saya beli. Terbayang dalam benak bahwa kisah ini nantinya akan penuh dengan segala macam teknologi mutakhir, intrik perusahaan, konspirasi agen, dan propaganda kepentingan politik —yang ternyata malah tidak ada sama sekali. *antiklimaks*

Ternyata sebenarnya tema family-drama sudah jelas ditonjolkan dalam sinopsisnya, hanya saja saya yang terlalu dibutakan hasrat “belanja” tidak terlalu ambil pusing. Saya pikir apa bedanya? Toh, hampir semua kisah selalu dibumbui drama dan cinta. Hasilnya, saya banjir air mata alih-alih mendapati petualangan yang memacu adrenalin. Meskipun pada akhirnya kisah ini berakhir sesuai dengan keinginan happy-ending-goers tetap saja twisted ending ini merupakan kejutan manis untuk saya. Kepiawaian Marc Levy dalam bertutur kata sekalipun ide ceritanya klise mampu menghasilkan kisah mengharukan yang sarat makna. Banyak dari kita percaya bahwa selalu ada kesempatan kedua. Tapi satu pelajaran diberikan Marc Levy dalam novel All Those Things We Never Said ini adalah apakah kita mampu memberikan kesempatan kedua untuk orang lain?

Hal tersebut mengajarkan saya bahwa hubungan manusia itu sejatinya sangat rapuh jika jalinannya tidak terjaga. Salah satu penyambung yang dapat merekatkan jalinan itu hanyalah keterbukaan dan penerimaan  Bahwa dengan bersikap terbuka barulah dapat terjalin komunikasi. Dan setelah terjadi komunikasi, apakah saya sanggup menerima kenyataan dan penjelasan tanpa asumsi dan ekspektasi? Ayah Julia hanya menginginkan satu hal, kesempatan kedua dari putrinya. Dan kemudian, ia menunjukkan bahwa kesempatan kedua yang telah diberikan Julia mampu membuka kesempatan lainnya yang membawa Julia untuk berdamai dengan dirinya sendiri serta masa lalunya.
Pertanyaan besar selanjutnya adalah jika saya dihadapkan situasi dimana saya diminta untuk memberi kesempatan kedua, bisakah saya menyingkirkan rasa ego dan sakit hati? Sanggupkah anda?


loading...