BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Kesatuan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta mendasari dan dijiwai sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Persatuan dalam sila ketiga ini meliputi makna persatuan dan kesatuan dalam arti idiologis, ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan. Nilai persatuan ini dikembangkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang senasib. Nilai persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat. Perwujudan Persatuan Indonesia adalah manifestasi paham kebangsaan yang memberi tempat bagi keberagaman budaya atau etnis yang bukannya ditunjukkan untuk perpecahan namun semakin eratnya persatuan, solidaritas tinggi, serta rasa bangga dan kecintaan kepada bangsa dan kebudayaan.

B.       Rumusan Masalah
Untuk membahas tentang Persatuan Indonesia dengan mengangkat tema Kemajemukan Budaya di Indonesia terdapat rumusan masalah sebagai berikut:
1.        Bagaimana hubungan antara sila ketiga Pancasila dengan keanekaragaman budaya Indonesia?
2.        Bagaimana pengaruh budaya Negara luar terhadap budaya Indonesia?
3.        Apakah muncul konflik dengan adanya keanekaragaman budaya Indonesia?
4.        Solusi apa yang diberikan Pancasila terhadap konflik keanekaragaman budaya?
5.        Bagaimana keadaan budaya Indonesia saat ini?



BAB III
PEMBAHASAN

Keberagaman menjamin kehormatan antar manusia di atas perbedaan, dari seluruh prinsip ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia, baik ilmu ekonomi, politik, hukum dan sosial. Hak asasi manusia memperoleh tempat terhormat di dunia, hak memperoleh kehidupan, kebebasan, dan kebahagiaan yang dirumuskan oleh MPR, dan ketika amandemen UUD 1945, pasal 28, ditambah menjadi 10 ayat dengan memasukkan substansi hak pencapaian tujuan di dalam pembukaan UUD’45. pancasila digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas yang telah teruji. Pancasila adalah rasionalitas kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk, yang multi agama, multi budaya, dan multi ras yang bernama Indonesia.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk Negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk Negara. Konskuensinya Negara adalah beranekaragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukan untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu, maupun golongan agama. Mengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu tujuan Negara dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan suatu ketertiban dunia yang berdasarkankan perdamaian  abadi dan keadilan sosial.
Kebinekaan yang kita miliki harus dijaga sebaik mungkin. Kebinekaan yang kita inginkan adalah kebinekaan yang bermartabat, yang berdiri tegak di atas moral dan etika bangsa kita sesuai dengan keragaman budaya kita sendiri. Untuk menjaga kebinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam kebinekaan mesti ditolak, pada saat yang sama segala sesuatu yang mengancam moral kebinekaan mesti diberantas. Karena kebinekaan yang bermartabat di atas moral bangsa yang kuat pastilah menjunjung eksistensi dan martabat manusia berbeda.

A.       Pengaruh Budaya Luar Terhadap Budaya Indonesia
Kebudayaan Indonesia walau beranekaragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa,kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India masuk dari penyebaran agama Hindu dan Budha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk.
Dari waktu ke waktu budaya barat semakin marak dan diserap dengan mudah oleh masyarakat kita. Tidak peduli budaya itu merusak ataukah tidak, namun nampaknya masyarakat kita lebih suka menghadapi budaya-budaya luar itu dari pada melestarikan budaya tanah airnya sendiri. Hal ini harus bias disikapi dengan seksama karena bila kebiasaan ini terus berlangsung tanpa proses penyaringan dan pengontrolan, maka dapat dipastikan bahwa budaya Indonesia akan hilang lenyap tinggal nama. Permasalahan ini timbul bukan karena factor luar, namun timbul dari diri pribadi masing-masing warga masyarakat yang seakan malu dan menganggap kuno kebudayaannya sendiri. Beberapa contoh budaya asing yang sangat negative namun telah marak di Indonesia yaitu : free sex, pengkonsumsian narkoba, dan abortus. Free sex ini bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, namun dari golongan remajalah yang sekarang ini marak diberitakan misaknya saja kasus Itenas. Pengkonsumsian narkoba dilakukan orang barat untuk merilekan pikiran mereka dari berbagai macam kerumitan hidup, untuk menambah stamina, semangat, dan kreatifitas saat bekerja itupun dengan dosis aman bagi mereka. Namun di Indonesia mengkonsumsi narkoba adalah ajang coba-coba dan cara menghilangkan stress tanpa mengetahui kandungan zat berbahaya yang ada didalamnya. Sehingga tidak jarang kasus kematian, tindak kriminal dan kenakalan remaja yang disebabkan benda haram tersebut. Kasus abortus ini sebenarnya tidak terlalu jauh hubungannya dengan kasus freesex inilah banyak kaum wanita yang hamil diluar nikah dank arena rasa malu kebanyakan para wanita itu melakukan aborsi. Selain di benci Tuhan, kegiatan ini dapat mencelakai pihak wanita itu sendiri. Namun, selain punya sisi negative budaya barat juga mempunyai pengaruh positif pada budaya Indonesia, misalnya dalam bidang IPTEK, pembangunan, dsb, yang tentunya kesemuanya itu tidak terlepas dari pengawasan Pancasila sebagai paradigm kehidupan di Indonesia.
Dalam penjelasan diatas jelas sekali bahwa kebudayaan luar sangat berpengaruh pada kebudayaan Indonesia, tinggal bagaimana cara kita menyaring dan menyeleksi buday-budaya luar itu agar tidak termasuk budaya kita. Budaya luar yang sesuai dengan kepribadian bangsa dapat diterpakan guna memperkaya budaya Indonesia. Sedangkan budaya luar yang tidak sesuai hendaknya kita buang jauh-jauh agar tidak menjadi kebiasaan yang buruk dimasyarakat.

B.      Konflik yang muncul akibat adanya keanekaragaman Budaya Indonesia.
Kesalahan budaya sering terjadi di Indonesia masa kini karena banyak Pimpinan Indonesia menggunakan ukuran budaya asalnya sendiri dalam menghadapi masalah-masalah di wilayah budaya lain.
Kesalahpahaman atau konflik yang timbul akibat adanya keanekaragaman budaya Indonesia antara lain konflik Ambon, Poso, Timor-timor dan konflik Sambas.
Masyarakat Ambon misalnya, umumnya mereka adalah kelompok masyarakat yang statis. mereka lebih suka menjadi pegawai negeri, menguasai lahan tempat kelahirannya, juga memiliki ladang dan pengolahan sagu. Berbeda dengan masyarakat Bugis. Sebagai kaum pendatang yang tidak memiliki lahan, mereka sangat dinamis dan mampu menangkap peluang dengan cepat. Pada umumnya mereka adalah pedagang. keadaan ini menyebabkan masyarakat Bugis banyak menguasai bidang ekonomi di Ambon, lama kelamaan kemampuan finansial mereka lebih besar yaitu lebih kaya. Sedangkan warga local (Ambon) hanya bisa menyaksikan tanpa mampu berbuat banyak. Akibatnya, kesenjangan ini kian hari kian bertambah dan menjadi bom waktu yang siap meledak, bahkan sudah meledak. Sepertinya konflik Poso pun berlatar belakang hamper sama dengan konflik Ambon. Hal sama juga terjadi di timor-timor. Ketika tim-tim masih di kuasai Indonesia, masyarakat Tim-Tim yang statis tidak berkembang. Sedangkan warga pendatang, yang umumnya bersuku Batak, Minang, Jawa, penguasa di berbagai bidang ekonomi, sehingga terjadi kecemburuan social. Kondisi serupa terjadi di Sambas. Konflik yang terjadi karena suku Madura yang menguasai sebagian besar kehidupan ekonomi setempat
Untuk mengantisipasi konflik-konflik dimasa yang akan datang, masyarakat yang berpotensi tunggal seperti itu harus didorong untuk ikut beradaptasi dengan masyarakat dinamis. Jadi, penyelesaian konflik-konflik perlu cara yang spesifik bukan dengan cara kekerasan. Pendekatan yang mungkin dilakukan dengan menyerap dan memahami sari-sari budaya kelompok-kelompok masyarakat yang berupa nilai-nilai yang mereka yakini, pelihara dan pertahankan, termasuk keinginan-keinginan yang paling dasar.
Untuk menanamkan nilai-nilai budaya nasional pada generasi penerus bangsa, instansi-instansi hendaknya menyusun kurikulum tentang pendidikan karakter dan budi pekerti bangsa disekolah-sekolah. Tujuannya, untuk menjaga nilai-nilai budaya nasional dan penangkal masuknya arus globalisasi. Pendidikan budi pekerti juga diharapkan mampu mencegah timbulnya konflik antar suku bangsa di Indonesia melalui ketahanan budaya.



C.      Keadaan Budaya Indonesia
Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaab Indonesia yang telah ada sebelum terbentuknya Negara Indonesia pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan setempat yang berasal dari pada kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam suku-suku. Kebudayaan tersebut telah mengikat dan mempersatukan setiap kelompok suku bangsa Indonesia. Budaya kelompok akan tercermin dalam sikap atau kepribadian kelompok itu. Hal ini dapat dilihat saat kebudayaan kelompok pertama kali membentuk kita sebagai manusia yang menganut dan menghargai nilai-nilai bersama. Dengan demikian kelompok suku bangsa akan tumbuh menjadi manusia berbudaya. Terhadap nilai-nilai masyarakat sekitar, melalui orang tua dan keluarga.
Disamping itu, perlu kita ketahui bahwa alam pun ikut menentukan serta memberi ciri yang khas terhadap corak kebudayaan sendiri. Namun tidak sepenuhnya pengaruh lingkungan akan menimbulkan akibat yang seragam terhadap kebudayaan. Manusia sebagai mahluk budaya tidak menggantungkan semata-mata kepada alam, tetapi manusia bertindak sebagai gaya perombak alam untuk digunakan bagi kepentingan hidupnya. Oleh karena itu, antara lingkungan dan manusia saling bergantung.Demi seluruh kebutuhan langsung dan kepentingan-kepentingan praktis, manusia tergantung dari lingkungan fisiknya. Manusia tidak dapat hidup kalau tidak menyesuaikan diri dengan dunia sekitarnya.
Begitu pun juga jika lingkungan itu melekat kuat pada setiap suku bangsa, maka kebudayaaan asing tidak akan berpengaruh terhadap kebudayaan mereka. Sehingga masing-masing suku bangsa itu mengembangkan corak kebudayaan sendiri. Dalam proses pertumbuhannya, kebudayaan daerah ini mengalami perkembangan baru, sebagai akibat hubungan yang makin luas antar suku-suku, di samping sebagai akibat makin kendurnya ikatan-ikatan kesukuan.
Hingga saat ini bangsa Indonesia belum memiliki identitas kebudayaan yang jelas. Selama ini, Indonesia hanya memiliki identitas semu yang belum mantap tetapi dipaksakan seolah-olah menjadi ciri khas kebudayaan bangsa. Menurut James Danandjaja menyebutkan , Indonesia memiliki dua unsur kebudayaan, yaitu kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Menurutnya, unsure kebudayaan daerah yang dimiliki masing-masing daerah dan suku bangsa di Indonesia sudah mantap, tetapi kebudayaan nasional yang mewakili seluruh kehidupan bangsa masih belum mantap.
Kebudayaan nasional sendiri hanya memiliki dua unsure kebudayaan yang dapat dikatakan sudah mantap, yaitu bahasa Indonesia dan Pancasila sebagai Filosofi atau pandangan hidup bangsa. Bahkan, Pancasila pun lanjutnya hingga kini masih terus dipermasalahkan sebgai pandangan hidup bangsa oleh beberapa pihak. Padahal, hanya filosofi Pancasila sajalah yang bisa membuat seluruh bangsa bisa bersatu. Begitu juga menurut Yunus Melalatoa. Identitas bangsa Indonesia yang disebutkan dalam UUD 1945 adalah identitastiap-tiap etnik di seluruh Indonesia. Jadi, identitasnya bersifat plural atau jamak.
Yang menjadi masalah sekarang ini adalah identitas dan nilai-nilai kebudayaan masing-masing suku bangsa di tiap daerah di seluruh Indonesia sudah mulai luntur, bahkan menghilang. Padahal, nilai-nilai kebudayaan itu berfungsi untuk mempertahankan harga diri kita, nilai-nilai yang mulai luntur itu akan menggerogoti harga diri kita dan harga diri bangsa sendiri.
Hal ini dikarenakan banyak budaya asing yang telah masuk bahkan ada yang sudah mendarah daging pada budaya Indonesia. Anggapan bangsa Indonesia saat ini, jika hanya mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia yang ada, maka mereka beranggapan hal tersebut adalah budaya lama dan kurang modern.
Budaya asing telah berhasil membaurkan budaya kitadengan budayanya. Demikian juga dikarenakan kurang mantapnya kebudayaan nasional dalam mempertahankan  nilai-nilai budaya. Sehingga kebudayaan daerah yang telah dibentengi dengan adanya kebudayaan nasional juga ikut mempengaruhi oleh budaya asing. Dalam hal ini, Pancasila pun menjadi tersangka. Karena Pancasila tidak bisa memberikan penerapan yang jelas terhadap kebudayaan nasional maupun daerah.
Saat ini budaya Indonesia bukan saja dikatakan sudah mulai luntur tetapi sudah sedikit banyak ada yang telah menghilang dari kebudayaan Indonesia. Misalnya tradisi Pela Gandong di Ambon, Maluku, yang sudah sejak dua generasi lalu tidak pernah dipraktekan tradisi yang mengandung identitas dan nilai-nilai budaya asli orang Ambon itu, yaitu cinta persaudaraan dan perdamaian, saat ini hanya bisa dijumpai dalam literature-literatur buatan luar negeri, tanpa adanya praktek dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat Ambon.
Mungkin kita tidak menyadari bahwa kita telah dijajah. Meskipun secara tidak terang-terangan, hal itu telah cukup membuat bangsa kita kehilangan identitas bangsanya, sehingga ada yang sampai terjadi pepecahan antar suku dan budaya. Penjajahan itu berupa budaya asing yang telah campur tangan ke dalam budaya Indonesia. Padahal budaya Indonesia merupakan salah satu bentuk kepribadian bangsa kita. Pendeknya jika bangsa Indonesia tercerai berai maka budaya Indonesia tidak bisa terbentuk dan bersatu. Begitu pula kepribadian Indonesi lama-lama akan terhapus.

D.       Solusi yang Diberikan Pancasila dalam Mengatasi Konflik
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan tuntunan dan pegangan dalam mengatur sikap dan perilaku manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. NIlai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarkat Indonesia yang menjadi sumber moral dan menjelma dalam eujud yang beraneka ragam kebudayaan daerah dapat berkembang dalam rangka memperkaya nilai-nilai pancasila, yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah nilai baru yang tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia yang sedang membangun, yang sedang teruji sebagai nilai luhur yang perlu dikembangkan. Dalam konteks pengembangan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila, perlu diperhatikan perubahan sikap masyarakat terhadap nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila, perlu diperhatikan perubahan sikap masyarkat terhadap nilai-nilai yang ada sebagai akibat dinamika yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila yang digali dan rumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas kita sebagai bangsa majemuk, multi bahasa, multi budaya, dan multi ras, yang bergambar dalam Bhineka Tunggal Ika. Kebhinekaan Indonesia harus dijaga sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah khebinekaan yang bermartabat. Untuk menjaga khebinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam kebinekaan harus ditolak. Namun dengan kebhinekaan tersebut hingga saat ini bangsa Indonesia belum memiliki identitas kebudayaan yang jelas. Selama ini Indonesia hanya memiliki identitas semu yang belum mantap tetapi dipaksakan seolah-olah menjadi ciri khas kebudayaan. Hal inilah yang mengakibatkan perselisihan dan menimbulkan konflik.
Di dalam pancasila terdapat nilai-nilai yang digunakan bangsa Indonesia sebagai landasan serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Nilai-nilai tersebut selalu dapat memberikan solusi atas masalah yang terjadi dalam Negara Indonesia khusunya masalah kemajemukan. Nilai-nilai luhur pancasila tersebut tertuang dalam setiap butir-butir pancasila.

E.       Pancasila Sebgai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang Pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu , pembangunan social budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan social budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam brutak dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia yang adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.
Berdasar sila Persatuan Indonesia, pembangunan social budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai social dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan social berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan social budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi dan ketidak adilan social.

F.      Pancasila sebagai paradigm pembangunan nasional bidang kebudayaan
Pancasila sebagai paradigm pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu semboyan Bhineka tunggal ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pambangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, Karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan media social yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan. 



BAB IV
PENTUP

A.      Kesimpulan
Telah kita ketahui bersama bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak ragam budaya yang berbeda-beda dari setiap suku daerah yang berbeda pula. Perbedaan itu sendiri justru memberikan konstribusi yang cukup besar pada citra bangsa Indonesia. Kebudayaan dari tiap-tiap suku daerah inilah yang menjadi penyokong dari terciptanya budaya nasional Indonesia.
Identitas budaya nasional kita saat ini memang belum jelas selain hanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan Pancasila sebagai filosofi ata pandangan hidup bangsa.
Selain itu, perbedaan juga akan ikut menyulut terjadinya sebuah konflik jika para pelakunya tidak dapat mengendalikan emosi mereka masing-masing. Lingkungan dan masyarakat sangatlah menentukan bagaimana sebuah kebudayaan itu tumbuh dan berkembang didalam masyarakat itu sendiri. Manusia sebagai pelakunya dan pencipta kebudayaan mengatur perkembangan budaya, dan budaya sebagai fenomena sosial ciptaan manusia mendidik manusia itu sendiri untuk mengerti dan memahami tentang keadaan sosial masyarakatnya. Itulah yang disebut dengan dialektika atau saling ketergantungan antara manusia dengan kebudayaan.
Ancaman lain yang turut serta datamg dan membahayakan kebudayaan bangsa adalah budaya asing yang terbawa dalam arus globalisasi. Kebudayaan dalam konteks Nasional saja masih bisa berbeda, apalagi kebudayaan yang datang dari luar konteks tersebut, jelas sangat berbed. Seiring dengan berjalannya waktu, manusia akan mengikuti budaya yang sedang marak dan mulai melupakan budaya nenek moyang mereka, walaupun pada hakikatnya manusia tidak dapat bebas dari kebudayaan sendiri.
Jika kita melihat bangsa Indonesia pada masa lalu, maka yang ada dibenak kita adalah sebuah pertanyaan mengapa bangsa Indonesia dapat menunjukan kesatuan saat itu dan sekarang tidak. Hal itu terjadi karena seluruh komponen masyarkat mengalami nasib yang, yaitu dalam masa penjajahan. Sekarang, rasa persatuan tersebut hanya dapat kita lihat dalam beberapa kejadian saja dimana seluruh komponen masyarkat yang Indonesia kembali merasa senasib, sepenanggungan, dan seperjuangan. Dalam permainan sepak bola misalnya. Baik masyarkat Jawa, Batak, Minang, Sunda dan masyarakat budaya Indonesia lainnya akan mendukung tim sepak bola Indonesia dengan rasa kesatuannya, yaitu Indonesia, bukan Bugis, Madura tau suku-suku lainnya.
Dengan kata lain, kebudayaan Nasional Indonesia tidak bisa hanya diukur dengan salah satu budaya daerah saja. Kepemimpinan menurut suku Jawa akan berbeda dengan kepemimpinan menurut suku Asmat dan juga suku lainnya. Kebudayaan Nasional Indonesia, dan bukan menggunakan budaya dimana pusat pemerintahan itu dijalankan. Pusat hanya menjadi fasilitator, bukan educator. Hal ini yang dibutuhkan bangsa Indonesia dalam membentuk kebudayaan nasionalnya.



DAFTAR PUSTAKA

Darji, Darmodiharjo. 1989. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: Lab. Pancasila IKIP Malang.
Jamal, D. 1984. Pokok-Pokok Bahasa Pancasila. Bandung : Remaja Karya CV Bandung.
Kaelan, 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta
Laboratorium Pancasila IKIP Malang. 1972. Pokok-pokok Pembahasan Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia. Malang : Lembaga Penerbit IKIP Malang.
Margono, dkk. 2002. Pendidikan Pancasila Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan. Malang : UM

Sumber :
docstoc.com
loading...