BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang Permasalahan
Di zaman modern ini banyak sekali kebudayaan-kebudayaan daerah di Indonesia tergeser keberadaannya oleh kebudayaan baru yang terus bermunculan yang dalam arti kata kebudayaan modern.
Salah satunya terjadi di dalam kebudayaan di Makassar pun banyak mengandung tradisi-tradisi daerah tersebut. Hal itulah yang menarik pemikiran kita untuk lebih menggali lebih luas dan mendalam tentang kebudayaan tradisional suku di Makassar.

1.2        Maksud dan Tujuan
Maksud disusunya karya tulis ini supaya pembaca dapat menganal lebih jauh tentang kebudayaan-kebudayaan di Indonesia terutama kebudayaan suku di Makassar di tengah-tengah era globalisasi baik kelebihan maupun kekurangan kebudayaan suku di Makassar tersebut.
Tujuannya agar pembaca mendapat pengetahuan dan pengalaman baru mengenai berdirinya dan beradanya suatu suku yang bisa dilihat dari geografis maupun tradisi kebudayaan di era modern yang ada dan berlaku di sekitar daerah kehidupan kita, ataupun Negara Indonesia di era modern ini.

1.3        Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
a.       Metode penelitian
Sebelum melakukan penelitian, kami penyusun terlebih dahulu menentukan metode apa yang akan digunakan dalam penelitian tersebut. Metode yang kami gunakan dalam penelitin ini adalah metode deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan kebudayaan yang ada di Makassar yang sudah mulai tergeser dengan kebudayaan-kebudayaan dari luar yang semakin lama semakin meluas.
b.      Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah teknik kepustakaan dengan cara mempelajari dari buku-buku tentang ragam budaya Indonesia yang dapat menunjang dan memperlancar kegiatan penyusunan karya tulis ini sampai selesai.

1.4        Sistematika Penulisan
Karya tulis ini diuraikan dalam 3 bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB  I      Merupakan pendahuluan yang membahas tentang latar belakang, maksud dan tujuan, metode penelitian dan teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan
BAB II      Merupakan pembahasan yang berisi tentang landasan teoritis, beserta uraian-uraiannya, hipotesis dan berisi tentang kebudayaan suku di Makassar di era globalisasi
BAB III    Berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan, dilengkapi
DAFTAR  PUSTAKA
BIODATA PENULIS


BAB II
PEMBAHASAN

2.1        Landasan Teoritis
2.1.1        Pengertian Budaya
Ada definisi tentang budaya menurut beberapa ahli :
1.      Sir Edwar Burnett Tylor, seorang ahli antropologi dari Inggris, pada tahun 1871 untuk pertama kalinya mendefinisikan budaya secara rinci sebagai pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan, dan lain-lain. Kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.      Prof. Dr. Koentjaraningrat,sorang ahli antropologi Indonesia yang besar jasanya dalam pengembangan antropologi di Indonesia mendefinisikan budaya sebagai seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar.
3.      William A. Haviland, seorang ahli antropologi Amerika yang mendefinisikan budaya sebagai seperangkat peraturan standar, yang apabila dipenuhi atai dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya akan menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh anggota masyarakat
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan sebgai berikut :
1.      Adanya unsur-unsur budaya berupa perilaku yang nyata di satu pihak dan di lain pihak adanya unsur-unsur budaya berupa nilai-nilai, kepercayaan, norma, dan perilaku manusia.
2.      Budaya dimiliki bersama oleh seluruh anggota masyarakat pendukung budaya yang bersangkutan.
3.      Budaya terbentuk sebagai hasil belajar

2.1.2        Pola Kebudayaan Suku di Makassar
Suku Makassar merupakan satu dari empat suku bangsa yang mendiami daerah di Sulawesi Selatan di samping suku Bugis Mandar dan Toraja. Suku di Makassar sebagian besar mendiami kebupaten Gowa, Takulai, dan Janeponto. Di Ujung Pandang ke tempat suku bangsa ini berbaur menjadi satu seperti di kota-kota nesar lainnya

2.1.3        Sistem Religi dan Kepercayaan
Hampir 90% masyarakat Sulawesi Selatan beragama Islam. Sisanya, yaitu para pendatang yang kebanyakan tinggal di Ujung Pandang beragama Kristen, seperti penduduk di Minahasa dan Maluku. Pengaruh agama  Islam pada masyarakat suku di Makassar telah meresap dalam norma-norma dan sistem kehidupannya. Ini terlihat ketika agama Islam dijadikan agama Kerajaan pada masa kejayaan Kerajan Gowa.
Adat Pangadakkang melebur dalam ajaran Islam menjadi satu lembaga baru yang disebut Syara. Lembaga ini berfungsi mengurus soal agama dan adat. Pelanggaran adat sama dengan pelanggaran agama yang menimbulkan istilah agama diadatkan, adat diagamakan. Terlebih di daerah pedalaman, sulit memisahkan peristiwa-peristiwa agama dan bukan agama.
Sebelum kedatangan agama Islam, masyarakat Makassar percaya kepada dewa-dewa seperti Dewa Serea (Dewa Langit), dewa tertinggi yang bersemayam di langit tertinggi (Boting Langit). Pemujaan terhadap dewa ini dilakukan di bagian atas rumah (samulayang) dengan upacara Abbuak. Selain Dewa Langit terhadap Dewa Dunia. Dewa Dunia bertugas mengatur dunia. Pemujaan terhadap Dewa Dunia dilakukan di tiang tengah rumah (Pacctala), upacaranya disebut Attoana.



2.1.4        Sistem Kekerabatan
Kekerabatan pada masyarakat Makassar terbagi atas keluarga inti (batih) atau Sinakang dan keluarga luar atau Biji Pammarakang. Keluarga batih terdiri dari ayah. Ibu, dan anak. Pemegang peranan penting dan penanggungjawab keluarga adalah ayah dan digantikan oleh anak laki-laki tertua jika ayahnya meninggal. Ibu bertanggungjawab ke dalam, misalnya mendidik anak dan menjaga nama baik keluarga.
Masyarakat Makassar mengikuti garis keturunan bilineal artinya peran ayah dan ibu sama. Terkadang keluarga Makassar tidak hanya terdiri atas keluarga batih saja, tetapi saudara ayah dan ibu, kemenakan, dan cucu tinggal dan yang lain harus menjaga nama baik keluarga. Apabila semua martabat (sirik) ternodai, seluruh keluarga membelanja (tamasirik).
Perkawinan antar lapisan masyarakat Makassar terbatas, terutama bagi wanita-wanita bangsawan. Perkawinan dapat dikatakan tercela jika seorang gadis menikah dengan laki-laki dari lapisan yang lebih rendah kedudukannya. Seorang laki-laki boleh saja menikah dengan wanita dari lapisan sosial yang lebih rendah, namun kedudukannya anak-anak akan turun derajatnya. Jika terjadi pelanggaran. Mereka akan mendapat hukuman.
Dalam hal mencari jodoh, umumnya dilakukan di kalangan masyarakat desanya sendiri. Perkawinan yang paling ideal adalah :
1)      Antara saudara sepupu derajat kesatu baik dari pihak ayah maupun ibu (Passialleng bajina)
2)      Antara saudara sepupu derajat kedua baik dari ayah maupun dari ibu (passial leanna)
3)      Antara saudara sepupu derajat ketiga baik dari ayah maupun dari ibu (nipakam bani bellaya)


2.1.5        Sistem Kesenian
a.       Rumah adat
Rumah adat Makassar terdiri dari tiga bagian dengan fungsi yang khusus, yaitu :
1)      Pemmakkang, bagian atas rumah di bawah atau untuk menyimpan pangan (padi) dan persediaan pangan lainnya atau untuk menyimpan benda-benda pusaka.
2)      Kaile balla, sebagai ruang-ruang untuk tempat tinggal yang terbagi dalam runag-ruang khusus baik sebagai ruang tamu, ruang tidur, ruang makan, maupun sebagai ruang dapur.
3)      Passiringgang, bagian bawah panggung untuk menyimpan alat-alat pertanian atau untuk kandang ayam, kambing dan sebagainya.
Pada masyarakat Makassar ada tiga macam rumah yang digolongkan menurut lapisan sosial dalam masyarakat yaitu sebagai berikut :
1)      Lompo adalah rumah besar yang didiami oleh kaum bangsawan, rumah-rumah ini bertingkat dengan atau di atasnya dan mempunyai bubungan yang bersusun tiga atau lebih.
2)      Tarata, bentuknya lebih kecil tanpa supang dan mempunyai bubungan yang bersusun dua.
3)      Bailla, adalah rumah bagi rakyat biasa.
b.      Pakaian Adat
Pakaian adat wanita Makassar bernama baju Bodo berupa kain sarung berwarna cerah dengan motif kotak-kotak (antara kain tenunan bugis atau mandar). Biasanya baju ini berwarna merah hati, merah muda, biru atau hijau dari sutera tipis, lengan dihias dengan gelang, sebagai pengikat rambut disanggul dan dihiasi dengan kembang goyang. Memakai kalung bersusun serta memakai gelang tangan yang bersusun hampir sebatas lengan yang disebut Bassa.
2.1.6        Sistem Politik
Masyarakat Makassar merupakan keturunan Melayu Muda yang menetap pada wilayah-wilayah tertentu yang disebut berik atau pasarangang. Tiap berik (kampung) dipimpin oleh ketua kampung berdasarkan pilihan rakyat yang bergelar Karaeng Gallarang atau anring guru.
Peda perkembangan selanjutnya timbul sembilan buah Negara kecil yang bersifat otonom. Masyarakat pada sembilan negeri tersebut kemudian mengangkat seorang pimpinan tertinggi yang disebut Pascallaya. Pascallaya bertindak sebagai penasehat dan tidak berhak mencampuri urusan negeri bawahannya. Jika terjadi kekacauan yang tidak mampu diselesaikan Pascallaya, diangkatlah dua gallarang, yaitu gallarang tambolo  dan gallarang mangasa. Kedua gallarang ini bertugas menemukan To Manurung, yang kemudian diangkat menjadi raja mereka. Kekuasaan dan pimpinan tetap berada pada kesembilan ketua kaum tersebut yang menjadi anggota dewan kerajaan yang disebut Bate Salapanga Ri Gowa. Keturunan To Manurung dengan Karaeng Bayo menjadi raja-raja Gowa. Mereka kemudian membentuk lapisan masyarakat tersendiri yang kedudukannya lebih tinggi dari rakyat biasa.
Struktur kepemimpinan pada zaman To Manurung adalah seperti di bawah ini :
1)      Datu atau raja pimimpin tertinggi dalam pemerintahan
2)      Pabbicara sebagai pelaksana dalam pemerintahan, penasehat, dan juga hakim dalam pengadilan
3)      Pangepa Tau Sullawetang menangani masalah ketertiban dan keamanan
4)      Jennang atau Gallarang sebagai kepala rumah tangga kerajaan.



2.2        Hipotesis
Kebudayaan di makasar merupakan salah satu kebudyaan Indonesia yang mesih menjalankan tradisinya walaupun sudah terpengaruh kebudayaan zaman era globalisasi atau kebudayaan modern. Dalam kebudayaan tersebut masyarakat di makasar selalu membanggakan tradisi-tradisi mereka, walaupun menurut orang lain kebiasaan itu aneh, namun bagi suku di Makassar kenehan dan keragaman itulah yang menjadikan kebudayaan mereka terkesan unik dan menarik untuk diteliti dan dipelajari.

2.3        Kebudayaan Suku Makassar di Era Globalisasi
2.3.1        Pengertian Globalisasi
Istilah globalisasi telah menjadi konsep yang sering digunakan untuk menggambarkan fenomena dunia kontemporer. Memasuiki millennium ketiga, dunia berubah dengan sangat cepat sehingga menimbulkan implikasi yang sangta kompleks. Perubahan-perubahan inilah yang kemudian disebut dengan globalisasi. Dalam bagian ini penulis akan berusaha memaparkan beberapa definisi mengenai globalisasi diantaranya :
Ø  Globalisasi adalah proses dimana hubungan sosial dan kesaling tergantungan antara Negara dan antara manusia di dunia ini semakin besar.
Ø  Globalisasi mengacu pada keserbaragaman hubungan dan kesaling tergantungan antar Negara dan masyarakat yang membentuk sistem dunia modern
Ø  Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan, dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain (A.G. Mc Grew 1992)
Ø  Globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun lingkungan (Lodge : 1991).

2.3.2        Dampak Globalisasi Terhadap Kebudayaan di Makasar
Semua dampak globalisasi hanya terasa di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan. Namun bersamaan dengan berjalannya waktu, arus globalisasi sudah menyebar ke seluruh pelosok tanah air, bahkan sampai ke desa-desa terpencil sekalipun termasuk di Makassar.
Mengingat arus globalisasi itu sedemikian cepat dan luas penyebarannya, dampaknyapun semakin terasa. Dampak tersebut ada yang positif dan ada yang negatif.
a)Dampak Positif
Dampak positif Globalisasi bagi masyarakat Makassar :
1.      Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui sarana komunikasi sepeti radio, televisi, film,dan sarana elektronik lainnya, globalisasi dapat meningkatkan dan memperbanyak pengetahuan supaya tidak mengalami ketertinggalan zaman.
2.      Di bidang sumber daya manusianya, Globalisasi menumbuhkan kinerja yang berwawasan luas dan beretos kerja tinggi.
3.      Di bidang sosial budaya, Globalisasi dapat menumbuhkan dinamika yang terbuka dan tanggapan terhadap unsur-unsur pembaharuan ke arah modern.
b)      Dampak Negatif
Sedangkan dampak negatifnya, Globalisasi ada dua macam :
1.      Goncangan Budaya
Goncangan budaya akan berlangsung apabila ada anggota masyarakat yang tidak siap menerima kenyataan perubahan-perubahan akibat globalisasi. Dalam keadaan tersebutlah masyarakat akan bisa menghadapi tantangan hidup, tidak mustahil mereka akan melakukan penyimpangan sosial seperti kriminalitas dan prostitusi.
2.      Ketimpangan Budaya
Ketimpangan budaya merupakan suatu kenyataan bahwa masuknya unsur-unsur globalisasi 


                                                                 Selengkapnya disini



loading...